REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan adanya 29 perusahaan di wilayah setempat yang berhenti beroperasi untuk sementara sebagai dampak mewabahnya Covid-19. Akibatnya, perusahaan tersebut merumahkan bahkan memutus hubungan kerja (PHK) karyawannya.
Khofifah menjelaskan, ada sekitar 1.923 pekerja di Jatim terkena PHK, dan 16.086 pekerja harus dirumahkan untuk sementara. "Yang PHK 1.923. Yang dirumahkan total 16.086," kata Khofifah di Surabaya, Rabu (8/4).
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu menjelaskan, perusahaan yang berhenti beroperasi untuk sementara tersebut tersebar di beberapa daerah di Jatim. Perusahaan itu masing-masing satu Banyuwangi, dua di Jombang dan tiga Gresik.
"Kemudian ada di Lamongan tiga, Ngawi satu, kemudian dua kota blitar. Kota Batu satu. Total ada 29 perusahaan," ujar Khofifah.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak mengatakan, untuk pekerja yang dirumahkan itu bukan dipecat, tapi hanya diliburkan. Ia berharap, perusahaan tidak sampai mengambil keputusan PHK.
Emil mengaku tengah mengupayakan agar para pekerja yang menjadi korban akibat mewabahnya Covid-19 tersebut untuk masuk dalam program kartu pra-kerja.
"Banyak yang dirumahkan. Belum PHK. Dirumahkan pun kami sampaikan ke Kemenaker untuk dapat program pra kerja," ujar Emil.
Emil mengungkapkan, sektor yang paling terdampak akibat mewabahnya Covid-19 ialah perhotelan. Tidak dipungkiri okupansi hotel merosot tajam, utamanya di Banyuwangi dan Batu. "(Paling banyak) perhotelan. Di Banyuwangi, Batu itu perhotelan," ujar mantan Bupati Trenggalek ini.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Antiek Sugiharti juga mengakui, selama mewabahnya Covid-19, tingkat keramaian hotel dan restoran di wilayah setempat mengalami penurunan. Bahkan, perhotelan itu tingkat okupansinya hanya 10 persen. Sehingga beberapa di antaranya sudah menutup sementara usahanya itu.
“Restoran juga turun tajam antara 70-80 persen. Kami mengumpulkan data-data itu bersama ketua asosiasi. Jadi, kondisinya sekarang memang dilema,” kata Antiek.