Senin 06 May 2019 09:13 WIB

Ketika Hakim Kembali Kena OTT KPK

PN Balikpapan menambah daftar hitam hakim terseret korupsi dalam OTT KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Elba Damhuri
Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Kayat mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri Balikpapan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (4/5/2019). KPK menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Balikpapan pada tahun 2018, yakni Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Kayat, Advokat Jhonson Siburian, dan Swasta Sudarman.
Foto: Blogspot.com
Palu hakim (ilustrasi).

Andi mengatakan, Ketua MA dalam berbagai kesempatan selalu menekankan, MA tidak akan memberi toleransi kepada aparatur peradilan yang terbukti melakukan pelanggaran. Sementara itu, bagi yang tidak bisa dibina terpaksa akan dibinasakan agar 'virus'-nya tidak menyebar kepada yang lain. MA juga telah menerbitkan beberapa Perma dan Maklumat yang berkaitan dengan Pembinaan dan Pengawasan.

"Di satu sisi tentu kami merasa prihatin atas terjadinya penangkapan lagi terhadap hakim PN, tetapi di sisi lain kami merasa optimistis meski dinodai perilaku segelintir aparatur peradilan yang merendahkan wibawa dan martabat peradilan. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan langkah MA untuk berbenah," kata Andi.

20 hakim terlibat korupsi

 

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sedikitnya 20 hakim terlibat praktik korupsi pada era kepemimpinan Ketua MA Hatta Ali. "Tentu ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa ada persoalan serius dalam konteks pengawasan di lingkungan Mahkamah Agung," kata Aktivis ICW Kurnia Ramadhana, Ahad (5/5).

Kurnia mengatakan, padahal regulasi yang mengatur pengawasan pada lingkungan MA telah tertuang secara jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung No 8 Tahun 2018. Untuk itu, sebenarnya dapat dikatakan bahwa implementasi dari regulasi tersebut telah gagal dijalankan di lingkup pengadilan.

"Kejadian ini harusnya menjadi bahan refleksi yang serius bagi dua institusi pengawas hakim, yakni Badan pengawas MA dan Komisi Yudisial," tegas Kurnia.

Sebelumnya, lanjut Kurnia, ICW sempat memetakan pola korupsi yang terjadi di sektor pengadilan, dan menemukan setidaknya terdapat tiga tahapan korupsi. Pertama, saat mendaftarkan perkara.

Dalam tahapan ini adalah bentuk permintaan uang jasa. Ini dimaksudkan agar salah satu pihak mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.

Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. Ketiga, saat persidangan. Modus ini yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak.

"Seorang hakim yang terlibat kasus korupsi sebenarnya tidak hanya bersinggungan pada regulasi hukum saja, akan tetapi juga melanggar kode etik," tambah Kurnia.

(ed: nora azizah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement