REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) terjerat kasus korupsi. Hakim PN Balikpapan, Kayat, resmi menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait dengan perkara pidana di Balikpapan pada 2018 lalu. Penetapan tersangka dilakukan seusai tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki bukti permulaan yang cukup saat tangkap tangan, Jumat lalu.
Wakil ketua KPK Laode M Syarief membenarkan terjeratnya hakim PN Balikpapan dalam kasus korupsi, Ahad (5/5). Syarief memaparkan, Kayat terseret korupsi karena diduga meminta uang untuk membebaskan Sudarman, terdakwa yang sedang menjalani persidangan pada 2018 lalu. Sudarman dan dua terdakwa lain disidang di PN Balikpapan dengan Nomor Perkara: 697/ Pid.B/2018/PN Bpp dalam kasus pemalsuan surat.
Kemudian, seusai sidang, Kayat bertemu dengan Advokat Sudarman, yakni Jhonson Siburian, dan menawarkan bantuan dengan imbalan Rp 500 juta apabila pihak Sudarman menginginkan bebas. Namun, saat itu Sudarman belum bisa memenuhi permintaan Kayat. Sudarman lantas menjanjikan akan memberikan Rp 500 juta apabila tanah miliknya di Balikpapan sudah laku terjual.
Untuk memberikan keyakinan pada Kayat, Sudarman menawarkan Kayat memegang sertifikat tanahnya dan akan memberikan uang setelah tanahnya terjual. Namun, Kayat menolak dan meminta bayaran diserahkan dalam bentuk tunai.
Pada Desember 2018 Sudarman dituntut pidana 5 tahun penjara. Beberapa hari kemudian masih pada bulan Desember 2018, Sudarman diputus lepas dengan tuntutan tidak diterima. Akibat putusan tersebut, Sudarman dibebaskan.
Sekitar sebulan setelah pembacaan putusan, karena uang belum diserahkan pada Januari 2019, Kayat menagih janji Sudarman melalui Jhonson. Selanjutnya, Rabu (2/5), Jhonson bertemu Kayat di PN Balikpapan. Kayat menyampaikan akan pindah tugas ke Sukoharjo dan menagih janji fee sebesar Rp 500 juta dengan bertanya 'oleh-olehnya mana?'.
"Pada tanggal 3 Mei 2019, karena sudah mendapatkan uang muka dari pihak pembeli tanahnya, Sudarman mengambil uang sebesar Rp 250 juta di sebuah bank, dari jumlah tersebut Rp 200 juta ia masukkan ke dalam kantong plastik hitam, dan Rp 50 juta ia masukkan ke dalam tasnya," tutur Syarief, Ahad.
Kemudian, ia menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Jhonson dan stafnya Rossa Issabela untuk diberikan pada Kayat di sebuah restoran padang. "Selanjutnya, pada 4 Mei 2019, Rossa dan Jhonson menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta pada Kayat di PN Balikpapan, sedangkan Rp 100 juta lainnya ditemukan di kantor Jhonson," jelas Syarief.
KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Kayat Hakim di PN Balikpapan, Sudarman, dan Jhonson Siburian. Atas perbuatannya, Kayat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Sudarman dan Jhonson disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menanggapi kasus korupsi yang menjerat hakim, Juru Bicara (Jubir) Mahkamah Agung Andi Samsan menegaskan, MA bukan tidak serius melakukan pembinaan dan pengawasan.
"Dalam tahun 2017 dan 2018 yang lalu, bahkan MA telah mencanangkan tahun pembersihan terhadap oknum aparat peradilan yang melakukan perbuatan tercela, MA tidak main-main melakukan pembersihan dengan melibatkan KPK untuk menangkap dan menindak oknum aparatur peradilan yang melakukan suap dan jual beli perkara," tegas Andi, Ahad (5/5).