Jumat 03 May 2019 09:26 WIB

Kapitra: Ijtima Ulama III Blunder, Bentuk Kecewa Pihak Kalah

Kapitra menilai Ijtima Ulama III telah keluar dari fatsun teologi Islam.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Kapitra Ampera
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kapitra Ampera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Penasihat Hukum Habib Rizieq yang juga calon anggota legislatif (caleg) PDI Perjuangan Kapitra Ampera mengkritik pelaksanaan Ijtima' Ulama III. Ia menganggap Ijtima itu sudah blunder, dan keluar dari fatsun teologi Islam.

Menurutnya ijtima selama ini bisa menjadi salah satu sumber patokan ulama Islam, setelah Alquran dan Sunah. Namun demi melindungi kepentingan pilpres, ijtima ulama membuat keputusan sampai mendiskualifikasi capres 01.

Baca Juga

"Ijtima ulama III adalah pressure group dari kelompok masyarakat atau lembaga sosial ( LSM ) yang kecewa capresnya kalah dalam kompetisi politik," kata Kapitra kepada wartawan, Jumat (3/5).

Ijtima menilai pemilu telah dicurangi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Namun Kapitra menganggap, keputusan itu terkesan main tuduh dengan kesimpulan rekomendasi mendiskualifikasi capres 01 dari perserta pemilu.

Kapitra mengungkapkan secara teologi islam, ijtima ulama adalah sumber hukum baru, dalam pendekatan sturuktur dan kultur hukum. Ijtima dikeluarkan untuk kemaslahantan umat, dan yang mengeluarkan adalah lembaga formal yang telah di tunjuk oleh negara.

"Di dalam lembaga tersebut berhimpun seluruh ormas dan tokoh-tokoh Islam yaitu MUI yang produk ijtihadnya menjadi regulasi baru buat umat islam yang lazim disebut fatwa MUI," terangnya.

Namun, menurut dia, berbeda dengan Itijima Ulama III. Produknya, sambung dia, bukanlah produk hukum Islam yang harus diakui dan dipatuhi. Sebab telah keluar dari fatsun teologi islam dan tidak terpenuhi kriteria yang disyaratkan.

Terkait tuduhan pemilu curang yang tersistematis, Kapitra menilai tudingan itu perlu dibuktikan secara gamblang. Apalagi bila dialamatkan kepada negara, presiden dan lembaga negara. "KPU membantah ada kecurangan sistematis, apalagi penghitungan manual belum dilakukan. Dan KPU juga belum mengeluarkan keputusan siapa yang memenangkan pilpres," tegasnya.

Untuk itu, Kapitra meminta, tuduhan kecurangan itu harus juga diuji di KPU maupun di Bawaslu serta di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan di jalanan atau menggunakan kekuatan people power.

"Jangan sampai publik menilai Itijima Ulama III, pintu masuk menjatuhkan pemerintah yang sah. Sehingga Itijima Ulama III hanya jadi panggung untuk melampiaskan kekalahan," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement