Rabu 01 May 2019 17:41 WIB

Buruh Tuntut Pemerintah Revisi PP Pengupahan

KRPI menuntut pemerintah untuk melakukan revisi PP 78 soal pengupahan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa saat memperingati Hari Buruh Internasional di kawasan Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/5/2019).
Foto: Antara/Moch Asim
Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa saat memperingati Hari Buruh Internasional di kawasan Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Puluhan ribu buruh dan mahasiswa yang berasal dari beberapa daerah di Jawa Timur, menggelar aksi unjuk rasa dalam memperingati hari buruh sedunia atau May Day di Surabaya, Rabu (1/5). Aksi unjuk rasa dipusatkan di dua titik, yakni depan Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, dan Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan Surabaya.

Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) Rieke Diah Pitaloka yang turut hadir pada aksi tersebut menyuarakan Trikarsa Rakyat Pekerja. Yakni pertama, memperjuangkan dibumikannya ajaran Bung Karno, ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Kedua, memperjuangkan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa, bernegara, serta menjadi pedoman dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan nasional.

Baca Juga

Ketiga, memperjuangkan terwujudnya Indonesia sebagai negara industri maju yang berbasis riset dan inovasi nasional, dengan pekerja Indonesia sebagai sebagai subjek pembangunan nasional.

"Salam pekerja, bangkit, maju, sejahtera," kata Rieke membangkitkan massa aksi.

Ketua Bidang Buruh Industri KRPI, Jamaludin Malik turut memberi masukan kepada pemerintah terkait revisi PP 78/2015. KRPI merekomendasikan untuk merevisi PP tersebut, khususnya Pasal 44 dan 45, dengan memasukkan penambahan item Komponen Hidup Layak (KHL) yang menitikberatkan pada kualitas KHL, bukan kuantitas.

“KHL yang dimaksud harus melalui mekanisme musyawarah mufakat dalam perundingan Tripatrit di Dewan Pengupahan,” ujar Jamaludin.

Jamaludin melanjutkan, KRPI juga meminta pemerintah mengevaluasi regulasi turunan dari PP 78/2015 agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan. Sehingga, ketidaksesuaian kebijakan antara PP dan regulasi turunannya bisa dihindari.

Dia mencontohkan, dalam PP 78/2015 diamanatkan seluruh perusahaan wajib membuat struktur dan skala upah (SUSU). Kemudian, melampirkan SUSU tersebut pada saat mendaftarkan Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke Dinas Tenaga Kerja.

Sementara, dalam aturan turunan PP tersebut, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 1 tahun 2017, kata ‘melampirkan’ diganti dengan ‘memperlihatkan’. Sehingga, penggunaan diksi yang berbeda di dalam PP dan Permenaker tersebut, menimbulkan perbedaan dalam praktek dan dampak hukum dari dijalankannya PP 78/2015.

KRPI, lanjut Jamaludin juga meminta pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan diperkuat, khususnya dalam hal implementasi kebijakan pengupahan. “Revisi terhadap PP 78/2015 tanpa disertai penguatan dari sisi pengawasan dan penegakan hukumnya, tidak akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan kualitas upah pekerja Indonesia,” kata dia.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur siap memfasilitasi rekomendasi para buruh hingga tingkat pusat. Salah satu rekomendasi yang sampai saat ini selalu dibawa oleh para buruh adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Para buruh ingin, agar pemerintah merevisi PP tersebut. 

"Mereka sudah menyampaikan ke pusat, saya juga sudah menyampaikan format revisi PP 78 ini yang diharapkan oleh seluruh serikat pekerja," kata Khofifah. 

Khofifah mengatakan, jika Peraturan Pemerintah, maka perubahannya lintas Kementerian. Dimana koordinasinya adalah lintas menteri yang terkait dengan ketenagakerjaan. Maka dari itu, dia hanya bisa merekomendasikan ke tingkat pisat, yaitu kementerian terkait.

Khofifah juga mengingatkan agar aksi yang digelar buruh, tetap menjaga kondusifitas di Jatim. "Kami ingin membangun sesuatu secara dialogis. Suasana untuk bisa memberikan ruang menyampaikan aspirasi dan rekomendasi tetap harus dibuka, tetapi suasanya kondusif," ujar Khofifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement