REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) mengajukan praperadilan terhadap empat mahasiswa yang ditangkap kepolisian pascakerusuhan pada peringatan Hari Buruh atau May Day di Kota Semarang, Jawa Tengah, 1 Mei 2025. Suara Aksi menilai, penangkapan terhadap keempat mahasiswa dilakukan secara sewenang-wenang.
"Tindakan sewenang-wenang dan brutalitas aparat kepolisian terlihat pada proses melakukan penangkapan hingga penahanan. Penetapan tersangka pada massa aksi pun seperti dipaksakan," kata Suara Aksi dalam keterangannya yang diunggah di laman web Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, dikutip Republika.co.id pada Ahad (15/6/2025).
Suara Aksi mengungkapkan, sebelumnya para orang tua dan sejumlah akademisi telah mengajukan penangguhan penahanan terhadap massa aksi yang ditahan. Namun hingga kini tak ada respons atas permohonan tersebut.
"Sehingga upaya hukum praperadilan ini kita ambil sebagai bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan aparat kepolisian terhadap massa aksi, yang difokuskan untuk menguji keabsahan terhadap penetapan massa aksi sebagai tersangka," kata Suara Aksi.
Terdapat empat poin yang dimasukkan Suara Aksi dalam objek praperadilannya, yakni:
1. Mahasiswa (para pemohon) ditetapkan sebagai tersangka secara singkat dan tanpa bukti permulaan yang cukup serta penyitaan barang bukti oleh kepolisian telah melanggar hukum sehingga penetapan tersangka seharusnya batal demi hukum.
2. Penahanan oleh kepolisian merupakan tindakan yang berlebihan, melanggar hak asasi manusia, dan kepastian hukum yang berkeadilan.
3. Penangkapan yang dilakukan oleh kepolisian melanggar hukum dan hak asasi manusia sebagaimana Pasal 18 KUHAP.
4. Penetapan mahasiswa sebagai tersangka merupakan tindakan yang sewenang-wenang yang bertentangan dengan asas kepastian hukum.
Dalam keterangannya, Suara Aksi juga menyoroti penangkapan terhadap jurnalis mahasiswa, bahkan pemukulan terhadap awak media, yang meliput peringatan May Day di Kota Semarang pada 1 Mei 2025 lalu. Sebanyak 14 orang masa aksi akhirnya digelandang ke Mapolrestabes Semarang dan diperiksa dalam kondisi luka-luka akibat mengalami brutalitas aparat.
Sebanyak delapan orang massa aksi ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 214 dan 170 KUHP. Dari total tersangka, enam di antaranya ditetapkan tersangka sejak saat mereka ditangkap. Sementara dua lainnya, yang ditangkap pada 13 Mei 2025, dijadikan tersangka keesokan harinya.