Selasa 30 Apr 2019 10:32 WIB

Muslim Sri Lanka Dukung Larangan Penutup Wajah

Larangan penutup wajah di Sri Lanka ini termasuk cadar, burka, niqab, helm, masker.

Rep: Lintar Satria/ Red: Elba Damhuri
Seorang Muslim Sri Lanka dan putranya berjalan setelah dari pasar di Kolombo, Sri Lanka, Senin (29/4). Sri Lanka resmi melarang penggunaan cadar.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Seorang Muslim Sri Lanka dan putranya berjalan setelah dari pasar di Kolombo, Sri Lanka, Senin (29/4). Sri Lanka resmi melarang penggunaan cadar.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pihak berwenang Sri Lanka melarang penggunaan penutup wajah termasuk cadar. Keputusan tersebut berada di bawah undang-undang darurat yang diberlakukan setelah serangkaian serangan bom pada hari Paskah 21 April lalu yang menewaskan lebih dari 250 orang. Larangan mulai berlaku Senin (29/4) dan meliputi segala penutup wajah termasuk cadar, burka, niqab, helm, atau masker.

"Perintah presiden untuk melarang semua busana yang menutupi wajah ini segera berlaku," kata Dharmasri Bandara Ekanayake, juru bicara Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena, Senin (29/4).

Keputusan tersebut sudah disebarkan Sirisena melalui siaran persnya. Menurut dia, peraturan tersebut akan membantu pihak berwenang mengejar pelaku pengeboman hari Paskah. Langkah tersebut diyakini akan membantu petugas keamanan dan jaringan mereka di Sri Lanka untuk mengidentifikasi warganya. Sampai kini mereka masih melakukan pemburuan pelaku serangan tersebut.

"Presiden Maithripala Sirisena mengambil keputusan ini untuk lebih mendukung keamanan yang sedang berlangsung dan membantu angkatan bersenjata untuk dengan mudah mengidentifikasi identitas setiap pelaku yang dicari," demikian bunyi siaran pers dari kantor Presiden, dikutip dari CNN.

Secara terpisah, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe yang bermusuhan dengan Sirisena juga mengeluarkan pernyataan. Laman Aljazirah melaporkan, ia mengaku telah meminta menteri kehakiman untuk menyusun rancangan peraturan untuk melarang penutup wajah.

Organisasi ulama tertinggi Sri Lanka, the All Ceylon Jamiyyathul Ulama (ACJU), mengatakan, mereka mendukung larangan cadar untuk sementara demi keamanan. Namun, mereka menentang jika aturan tersebut dijadikan undang-undang.

"Kami sudah memberi tahu perempuan Muslim untuk tidak menutup wajah dalam situasi darurat ini," kata Asisten Manajer ACJU Farhan Faris. "Jika (larangan) ini dijadikan undang-undang, rakyat akan emosional dan akan menimbulkan dampak buruk. Ini hak keagamaan mereka."

Ada kekhawatiran dari masyarakat Muslim Sri Lanka bahwa larangan cadar yang diresmikan dapat menjadi bahan bakar untuk perpecahan antaragama di negara itu. Hal tersebut akan sangat disesalkan, terutama karena Sri Lanka baru saja berhasil menyelesaikan perang saudara melawan pemberontak Tamil satu dekade lalu.

Sekitar 9,7 juta dari 22 juta jiwa populasi Sri Lanka adalah Muslim. Hanya sebagian kecil dari perempuan Muslim Sri Lanka yang menutup wajah mereka. Itu pun hanya berada di wilayah-wilayah Muslim. Organisasi kemanusiaan Human Rights Watch mengecam larangan tersebut.

"Larangan yang tak semestinya itu artinya membuat perempuan Muslim--yang ajarannya meminta mereka menutup wajah--tidak dapat keluar rumah," kata Direktur Eksekutif Human Watch Rights Kenneth Roth di media sosial Twitter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement