REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PPP Achmad Baidowi sepakat untuk melakukan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Namun, ia mengingatkan, revisi itu harus dilakukan dengan tidak menabrak ketentuan hukum yang lebih tinggi, yakni UUD 1945.
Baidowi menjelaskan, pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 merupakan perintah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 14/PUU-XI/2013 yang kemudian diatur pada UU 7/2017 tentang Pemilu. Saat menyusun Rancangan UU Pemilu, panitia khusus (pansus) sudah mendengarkan keterangan beberapa pihak, termasuk penggugat aturan tersebut, Effendi Ghazali.
"Untuk memastikan apa yang dimaksud serentak. Kesimpulannya bahwa pemilu serentak yang dimaksud adalah pelaksanaan pada hari dan jam yang sama," kata Baidowi melalui keterangan tertulisnya, Kamis (25/4).
Karena itu, anggota Komisi II DPR RI ini mengatakan, amandemen UU Pemilu terkait pelaksanaan Pemilu serentak hanya bisa dilakukan kalau ada tafsir baru terhadap keserentakan yang dimaksud dalam putusan MK tersebut. Namun, ia juga mengingatkan, keterangan para penggugat di hadapan pansus tidak boleh diabaikan.
Baidowi menambahkan, terkait wacana pemecahan pemilu nasional dengan pemilu daerah, hal itu juga bisa menjadi problem hukum ke depan. Pemecahan itu, yakni pemilu nasional yang memilih presiden, DPD, dan DPR RI, kemudian pemilu daerah yang memilih kepala daerah dan DPRD.
"Putusan MK juga menyatakan bahwa pilkada bukan rezim pemilu sehingga pembiayaan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sementara pembiayaan pemilu nasional menjadi tanggung jawab pemerintah pusat," kata dia.
Dengan adanya putusan MK itu, dia mengatakan, usulan pemecahan pelaksanaan pemilu itu juga memiliki kendala dari aspek landasan hukum. Ia menyebutkan, untuk mengubah putusan MK itu, perlu dilakukan amandemen UU 1945 yang langsung mengatur mengenai pelaksanaan pemilu.
Terkait banyaknya petugas yang menjadi korban pada penyelenggaraan pemilu serentak kali ini, Baidowi mengatakan, sejak awal DPR RI sudah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyiapkan asuransi. Ketentuan pembayaran premi bisa diatur bersama pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan.
"Karena kami menyadari tugas berat mereka yang harus melaksanakan tugasnya dalam satu hari penuh," jelas Baidowi.