REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Zahrotul Oktaviani
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi, buka-bukaan soal sistem pencalonan jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang ternyata masih memiliki sisi kelam. Pernyataan Sofian ini menyusul operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap politikus PPP Romahurmuziy terkait praktik jual-beli jabatan di internal Kemenag.
Sofian mengungkapkan, dalam seleksi jabatan pimpinan tinggi terakhir, ada sekitar 18 posisi yang diperebutkan. Dari 18 nama yang dicalonkan, KASN menemukan ada dua orang yang ternyata memiliki rekam jejak kinerja dan administrasi yang tidak baik. KASN, ujar Sofian, sudah meminta Kemenag agar tidak memasukkan dua nama itu.
"Tapi tetap juga diadakan seleksi, yang satu kebetulan tidak masuk di dalam tiga besar. Tujuan seleksi itu untuk mendapatkan tiga orang calon untuk disampaikan kepada menteri dan kepada Presiden," jelas Sofian dalam diskusi di Kantor Staf Presiden, Rabu (27/3).
Dari tiga nama yang lolos dalam tiga besar seleksi, ternyata masih tercatat satu nama yang direkomendasikan KASN untuk tidak diajukan. Sofian mengatakan, lolosnya satu nama ini karena Kemenag tidak meneruskan surat rekomendasi KASN kepada panitia seleksi.
"Gara-gara para pansel tidak diberikan informasi adanya peringatan dari KASN. Jadi ada permainan juga di dalam proses itu oleh orang-orang di dalam. Tanggal 1 Maret kami menerima surat dari Sekjen Kemenag, bahwa mereka tidak bisa menerima pandangan dari KASN," kata Sofian.
Tak lama berselang, dua pekan kemudian ada kejadian OTT oleh KPK terhadap sejumlah pejabat Kemenag. Salah satunya, adalah nama yang sudah diendus KASN memiliki rekam jejak buruk.
"KASN tidak punya kewenangan untuk menyadap. Nah ini itu hanya contoh dan itu baru sedikit, dan kami menduga bukan tidak mungkin di dalam kasus kasus tersebut yang akan datang ini kasus-kasus yang sama akan terjadi," katanya
KASN bahkan sudah mengendus adanya praktik transaksional pengisian jabatan di internal kementerian dan lembaga sejak 2017 lalu. Sofian mengungkapkan, berdasarkan analisis yang dilakukan dua tahun lalu tersebut, diduga lebih dari separuh kementerian masih melanggengkan praktik jual-beli jabatan. Bahkan, Sofian mengaku telah berdialog dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang praktik ini.
"Presiden pernah bertanya ke saya dulu di suata pertemuan, 'Berapa banyak Pak Sofian kementerian yang terlibat di dalam praktik jual beli itu'. Ya saya nggak berani menduga, saya bilang 'Ya lebih dari separuh kementerian itu'," kata Sofian menirukan dialog dengan Presiden.
Bahkan, Sofian menyebutkan dugaan praktik jual-beli jabatan masih terjadi di 90 persen kementerian dan lembaga. Hanya saja, jual beli jabatan bervariasi di berbagai level jabatan.
Menurut Sofian, praktik jual-beli jabatan cenderung terjadi di kementerian dan lembaga yang dipimpin oleh pimpinan atau tokoh partai politik (parpol). Namun, dengan seleksi jabatan yang lebih ketat, ia mengaku temuan praktik jual-beli jabatan mulai menurun.
"Sekarang, kalau menterinya, dia ditekan pimpinan parpol, itu lebih kuat tekananya pada menteri dari parpol daripada menteri yang dari profesional. Yang profesional bisa independen," kata Sofian.
Sofian menduga, tokoh-tokoh lain di sekitar pimpinan parpol yang menduduki jabatan di kementerian pun akhirnya ikut duduk di posisi staf khusus. Rantai jual beli jabatan pun belum berhenti sampai di situ. Parpol akan terus berupaya mendudukkan kadernya di posisi lain di level bawah.
"Inilah mereka yang menjadi operator mencari siapa yang bisa diminta sumbangan," kata Sofian.
KASN pun menyebut sejumlah kementerian yang memiliki kecenderungan besar melakukan praktik jual beli jabatan ini, seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, dan Kementerian Kesehatan. Namun, khusus Kementerian Kesehatan, Sofian melihat sudah ada penurunan praktik transaksi jabatan. Hanya saja, KASN mengaku belum memiliki instrumen yang kuat untuk membuktikan praktik kotor ini.
"Cuma kami belum mempunyai instrumen untuk membuktikan dan menangkap praktik-praktik ini," kata Sofian.
KASN, ujar Sofian, sebetulnya sudah mengembangkan sebuah sistem pengawasan berbasis teknologi berjuluk SIJAPTI (Sistem Informasi Jabatan Pimpinan Tinggi). Sistem ini mampu memantau proses pemilihan 22 ribu jabatan pimpinan tinggi di seluruh Indonesia. Rekaman seluruh proses pemilihan hingga pengangkatan tercatat melalui sistem ini.
"Pada akhir Februari kami sudah memberikan peringatan pada Kemenag, Sekjen Kemenag, agar beberapa calon yang sudah ditengarai tidak jujur dan track record nya tidak bagus, agar tidak dimasukkan di dalam calon jabatan pimpinan tinggi," kata Sofian.