Jumat 22 Mar 2019 13:38 WIB

Namanya Disebut dalam Daftar Penerima Fee, Menpora: Fitnah

Nama Menpora Imam Nahrawi disebut dalam sidang perkara suap terkait hibah untuk KONI.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Menpora Imam Nahrawi seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Menpora Imam Nahrawi seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi membantah tuduhan menerima uang Rp 1,5 miliar terkait kasus korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) 2018. Imam menegaskan, tuduhan tersebut fitnah.

"Itu fitnah yang luar biasa bagi saya," kata Imam singkat, kepada Republika, pada Jumat (22/3). Imam meyakinkan, dirinya tak terlibat, dan jauh dari keterlibatan skandal rasuah yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca Juga

Pada sidang lanjutan, Kamis (21/3), Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Suradi sebagai saksi dalam perkara suap terkait hibah untuk KONI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy. Dalam persidangan, nama Imam Nahrawi disebut dalam daftar penerima fee.

Penyebutan nama Imam Nahrawi berawal ketika Jaksa KPK menanyakan keterangan Suradi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan Fuad. Pertanyaan diajukan oleh jaksa Titto Jaelani kepada Suradi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

"Dalam BAP, saudara menyebutkan bahwa 'pada Kamis, 13 Desember 2018 Ending Fuad Hamidy mengarahkan pembuatan alternatif pembiayaan kegiatan pada KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Pada waktu itu Fuad Hamidy meminta saya menyusun beberapa alternatif kegiatan agar biaya sebesar-besarnya dikeluarkan KONI Rp 8 miliar dari total Rp 17,9 miliar karena Fuad Hamidy punya kebutuhan untuk memberikan uang ke Kemenpeora seperti Menpora, Ulum, Mulyana dan beberapa pejabat lain', apakah benar?" tanya jaksa Titto.

"Betul, waktu Pak Sekjen mengatakan 'Uangnya tidak cukup, tolong dibuat Rp 5 miliar karena ternyata kebutuhannya seperti ini ada Rp 3 miliar sekian seperti di daftar', lalu ditambah Rp 5,5 miliar jadi sekitar Rp 8 miliar," jawab Suradi.

Mendengar jawaban Suradi, Jaksa KPK menunjukkan barang bukti berupa catatan daftar pembagian uang yang dibuat Suradi. Dalam catatan itu, terdapat 23 inisial nama yang lengkap dengan nilai uang yang akan diberikan. Kepada Suradi, Jaksa KPK mengonfirmasi siapa saja mereka yang disebut dalam inisial tersebut.

"Barang bukti, inisial M apa maksudnya?" tanya Jaksa KPK lagi.

"Mungkin untuk menteri. Saya tidak tanya Pak Sekjen, asumsi saya Pak Menteri," jawab Suradi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement