Jumat 22 Mar 2019 05:06 WIB

Saksi Sebut Nama Menpora Masuk Daftar Penerima Fee

Nama Menpora Imam Nahrawi disebut dalam sidang perkara suap terkait hibah untuk KONI.

Rep: Dian Fath Risalah, Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
Perkemahan Pemuda 2019. Menpora Imam Nahrawi menghadiri Perkemahan Pemuda 2019 di Tidore.
Foto: Kemenpora
Perkemahan Pemuda 2019. Menpora Imam Nahrawi menghadiri Perkemahan Pemuda 2019 di Tidore.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Suradi sebagai saksi dalam perkara suap terkait hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy. Dalam persidangan, Kamis (21/3), nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi disebut dalam daftar penerima fee.

Penyebutan nama Imam Nahrawi berawal ketika Jaksa KPK menanyakan keterangan Suradi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan Fuad. Pertanyaan diajukan oleh jaksa Titto Jaelani kepada Suradi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

"Dalam BAP, saudara menyebutkan bahwa 'pada Kamis, 13 Desember 2018 Ending Fuad Hamidy mengarahkan pembuatan alternatif pembiayaan kegiatan pada KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Pada waktu itu Fuad Hamidy meminta saya menyusun beberapa alternatif kegiatan agar biaya sebesar-besarnya dikeluarkan KONI Rp 8 miliar dari total Rp 17,9 miliar karena Fuad Hamidy punya kebutuhan untuk memberikan uang ke Kemenpeora seperti Menpora, Ulum, Mulyana dan beberapa pejabat lain', apakah benar?" tanya jaksa Titto.

"Betul, waktu Pak Sekjen mengatakan 'Uangnya tidak cukup, tolong dibuat Rp 5 miliar karena ternyata kebutuhannya seperti ini ada Rp 3 miliar sekian seperti di daftar', lalu ditambah Rp 5,5 miliar jadi sekitar Rp 8 miliar," jawab Suradi.

Mendengar jawaban Suradi, Jaksa KPK menunjukkan barang bukti berupa catatan daftar pembagian uang yang dibuat Suradi. Dalam catatan itu, terdapat 23 inisial nama yang lengkap dengan nilai uang yang akan diberikan. Kepada Suradi, Jaksa KPK mengonfirmasi siapa saja mereka yang disebut dalam inisial tersebut.

"Barang bukti, inisial M apa maksudnya?" tanya Jaksa KPK lagi.

"Mungkin untuk menteri. Saya tidak tanya Pak Sekjen, asumsi saya Pak Menteri," jawab Suradi.

Selain inisial M, terdapar pula inisial UL. Menurut Suradi itu adalah inisial Miftahul Ulum, staf Menpora. Menurut Suradi, Ulum mendapat jatah Rp 500 juta, sedangkan M yang ia tafsirkan sebagai Menpora dalam daftar tersebut mendapatkan sebesar Rp 1,5 miliar.

"Jadi Rp 2 miliar penjumlahan dari Rp 1,5 miliar dan Rp 500 juta," ucap Suradi.

Menurut Suradi, total yang akan diberikan kepada 23 inisial itu Rp 3,43 miliar. Meski membuat daftar penerima fee, Suradi tidak mengetahui apakah uang itu sudah diberikan atau belum. Termasuk, fee yang ia tafsirkan untuk Menpora.

"Kalau diberikan, saya belum terima, yang lain saya tidak tahu," tutur Suradi.

Adapun dalam dakwaan Fuad, disebutkan dalam dakwaan pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul Ulum yang merupakan staf pribadi Imam Nahrawi, Fuad memerintahkan Suradi mengetik daftar rincian para penerima dana komitmen fee dari pihak Kemenpora. Dana hibah itu rencananya digunakan KONI untuk Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018 sejumlah Rp 17.971.192.000.

Fuad didakwa bersama-sama dengan Bendahara Umum Komite KONI Jhonny E Awuy menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto. Johny dan Fuad didakwa menyuap pejabat Kemenpora dengan memberikan satu unit Toyota Fortuner hitam, uang Rp 300 juta, kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta, serta ponsel merek Samsung Galaxy Note 9.

Jaksa KPK menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI. Atas perbuatanya, Jhony dan Fuad didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah membenarkan adanya daftar penerima fee yang dibuat Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.  "Ya, ada catatan keuangan sebenarnya, atau catatan di kertas yang disita penyidik sebelumnya kemudian diverifikasi dalam proses pemeriksaan. Catatan-catatan tersebut ada kode-kode dan nama pihak tertentu dan jumlah uang. Nampaknya tadi dimunculkan oleh JPU dan diklarifikasi lebih lanjut di proses persidangan," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Kamis (21/3).

Namun, sambung Febri, proses tersebut masih berlanjut. Tim Jaksa KPK masih melihat bagaimana verifikasi saksi yang dihadirkan dalam persidangan.

"Apakah catatan tersebut juga sudah direalisasikan atau belum direalisasikan. Itu kan nanti kita lihat di persidangan. Karena di persidangan lah ranah pengujian itu. Nanti kita lihat fakta-fakta di persidangan," tutur Febri.

Dalam perkara ini, Menpora Imam Nahrawi pernah diperiksa KPK pada Kamis, (23/1). Usai diperiksa selama lima jam, Imam menjelaskan, dirinya diberi pertanyaan seputar mekanisme masuknya proposal dana hibah dan posisi.

"Yang pasti saya jelaskan tentang mekanisme setiap surat dan pengajuan yang bersumber dari masyarakat. Tentu saya menjelaskan semuanya, bagaimana mekanismenya dan mekanisme itu harus mengikuti peraturan, Undang-undang dan mekanisme yang berlaku disetiap Kelembagaan Pemerintah," kata Imam.

Imam juga mengatakan kepada KPK, pengajuan surat-surat tersebut sudah berjalan dengan ketentuan yang berlaku dan pasti tercatat dengan baik di sekretariatan atau bagian tata usaha. "Tentu itu melewati proses pengolahan yang begitu mendalam dan diversifikasi dan seterusnya," kata dia lagi.

Ditanya soal apakah dirinya membaca proposal yang masuk, Imam tidak menjawab secara tegas. Namun, ia mengungkapkan semuanya sudah berjalan sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing menurut peraturan yang berlaku. Ia menjelaskan, untuk menangani proposal menurut Undang-undang sudah ada tugas yang jelas.

Dijelaskan Imam, dalam Undang-undang ada pengguna anggaran, kuasa pengguna anggatan, dan juga harus dipertanggungjawabkan dengan baik oleh penerima anggaran dan penerima batuan. Ia menambahkan, tugas menteri bukan hanya mengurusi soal masuknya proposal dan pengurusannya sudah dilakukan oleh unit teknis.

"Tugas menteri itu kan tidak hanya soal proposal, banyak tugas-tugas lain. Makanya itu ada yang namanya sekretaris, tugas kementrian ada juga deputi, asdep," kata dia menegaskan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement