Kamis 14 Mar 2019 09:04 WIB

Pengamat: Delegitimasi Penyelenggara Pemilu Rusak Demokrasi

Upaya delegitimasi KPU mengindikasikan keinginan agar pemilu gagal dan chaos.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Pemilu (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pemilu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyayangkan upaya mendelegitiasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu. Dia mengatakan, usaha delegitimasi KPU berikut instansi pendukung penyelenggara pemilu akan merusak demokrasi bangsa.

"Upaya mendelegitimasi penyelenggara pemilu sangat berbahaya, karena secara tidak langsung mengindikasikan adanya sekelompok masyarakat yang berkeinginan agar pemilu gagal dan chaos,” kata Ujang Komarudin di Jakarta, Kamis (14/3).

Dia mengatakan, propaganda untuk mendelegitimasi Pemilu 2019 kini ramai dilancarkan. Ujang memaparkan, sejumlah lembaga negara seperti Kemendagri, KPU, dan Polri menjadi sasaran dari operasi propaganda tersebut. 

Misalnya, Kemendagri diserang kabar penjualan blangko KTP elektronik secara online, temuan data warga negara asing yang masuk daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019. Setelah itu, isu 70 ribu surat suara yang sudah tercoblos 01, yang kemudian dinyatakan bohong.

KPU bahkan sudah melaporkan peristiwa ini ke Mabes Polri. Yang terbaru adalah upaya delegitimasi yang menyerang Polri.  Media sosial diramaikan oleh informasi bahwa Polri tidak netral dalam Pilpres 2019. 

Akun Twitter @Opposite6890 menuding Polri memiliki pasukan buzzer yang mendukung upaya pemenangan calon presiden (capres) Joko Widodo. Isu itu pun langsung dibantah. Polri menyebut akun tersebut sengaja melakukan propaganda untuk mendelegitimasi Pemilu 2019.

Ujang menjelaskan, pemilu sudah memiliki aturan main dan seluruh penyelenggra Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) akan bekerja sesuai dengan aturan permainan. Dia mengatakan, lembaga penyelenggara pemilu itu bekerja mengikuti perintah undang-undang,” kata dia.

“Tidak elok terus menyalahkan penyelenggara Pemilu. Tokh, jika ada sesuatu yang salah dari KPU maupun Bawaslu, mari kita kontrol bersama," katanya.

Ujang mengatakan, tidak mungkin penyelenggara pemilu maupun instansi-insansi pendukungnya main-main dalam bekerja, apalagi condong ke paslon tertentu. Dia yakin KPU bekerja secara independen dan professional. 

Menurut Ujang, berdemokrasi bukan untuk saling menyalahkan atau saling mendeligitimasi. Dia mengimbau semua elemen negara dan masyarakat mengoreksi bersama jika terjadi kesalahan.

"Pilpres merupakan bagian dari pesta demokrasi. Layaknya pesta, maka proses dan endingnya harus menyenangkan dan membahagiakan. Bukan menebar teror dengan cara mendelegitimasi penyelenggara Pemilu," katanya.

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Ace Hasan Syadzily menyampaikan hal senada. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu berpendapat, upaya delegitimasi penyelenggara pemilu akan merusak tatanan demokrasi.

Dia mengatakan, KPU merupakan produk politik yang telah disepakati oleh perwakilan partai di DPR. Politisi Golkar ini memgimbau agar tidak melemparkan tudingan tidak netral kepada penyelengara Pemilu.

“Kita harus menjaga kualitas demokrasi kita dengan bersama-sama mempercayakan penyelenggaraan pemilu kepada KPU dan Bawaslu," kata Ace. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement