Rabu 13 Mar 2019 09:08 WIB

ICMI: Demokrasi Rusak Jika Beda Pendapat Jadi Pidana

Perbedaan pendapat wajar dan dibutuhkan guna membangun bangsa jadi lebih baik.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie.
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suasana demokrasi yang telah dibangun secara baik sejak reformasi dapat rusak kembali jika perbedaan pendapat selalu jadi alat untuk mempidanakan seseorang. Sebab, tidak semua manusia harus sama ide dan pendapatnya, termasuk soal agama dan pilihan politik.

"Kalau semua orang masuk penjara, nanti negara kosong cuma gara-gara beda pendapat. Nanti kita kekurangan penjara sebab kepenuhan," ujar Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie, dalam siaran persnya, Rabu (13/3).

Baca Juga

Jimly mengatakan, proses penegakan hukum memang baik dan dibutuhkan pada kehidupan bernegara serta berbangsa. Kendati demikian, menurut Jimly, hukum juga diberlakukan terhadap hal yang khusus dan berpengaruh buruk kepada masyarakat dan negara.

"Kalau tidak membahayakan negara, nggak mengancam nyawa manusia dan masyarakat, nggak merugikan kehidupan orang lain, beda pendapat dan pikiran itu biasa. Biarkan saja," ucap Jimly.

Karena itu, Jimly beranggapan, tidak selalu setiap isu persoalan yang muncul ke ruang publik sebab beda pendapat kemudian penyelesaiannya dengan penerapan hukum pidana. Dalam negara penganut demokrasi dan telah menerapkannya lama, perbedaan pendapat justru wajar dan dibutuhkan guna membangun bangsa jadi lebih baik.

"Bila seluruh proses masalah beda pendapat dijadikan alat laporan pidana, maka Jimly menilai nantinya dapat muncul perasaaan perlakuan yang tidak sama antara satu orang dengan lainnya," teranya Jimly.

Pendapat Jimly tersebut didasari kerapnya berbagai masalah yang diselesaikan melalui jalur hukum pidana hanya karena kontroversi ide, perbedaan pendapat, adu argumentasi di linimasa media sosial menjelang pemilihan umum (pemilu) 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement