Sabtu 02 Mar 2019 18:08 WIB

Puskapol UI: Publik Merespons Negatif Politik Identitas

Kampanye yang gunakan isu SARA dan politik identitas tidak bermanfaat untuk publik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Direktur Eksekutif Puskapol Fisip UI Aditya Perdana (tengah) menjadi narasumber dalam diskusi
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Puskapol Fisip UI Aditya Perdana (tengah) menjadi narasumber dalam diskusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI mencermati masa kampanye yang terlah berlangsung selama la bulan terakhir ini. Menurut pengamatan Pukapol UI publik sudah menunjukkan respons negatif terhadap maraknya isu-isu non-programatik dalam kampanye yang cenderung mengkapitalisasi isu-isu SARA, politik identitas, konten berita palsu, dan ujaran kebencian.

"Jika kondisi-kondisi dari temuan diatas terus berlanjut, kampanye yang telah dan

masih akan terus berlangsung tidak akan memberi manfaat yang berarti bagi publik terutama bagi kelompok undecided voters," kata Direktur Puskapol UI Aditya Perdana di Jakarta, Sabtu (2/3).

Puskapol menilai, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki kualitas kampanye di sisa waktu masa kampanye yang ada. Aditya mengatakan, hal itu dilakukan guna menjamin terwujudnya pemilu yang berintegras.

Aditya mengatakan, perlu adanya penguatan koordinasi antara pusat dan daerah dalam konteks pengelolaan isu-isu kampanye. Dia melanjutkan, isu-isu lokal harus diangkat sesuai dengan konteks dan kebutuhan masing-masing daerah dan tidak melulu didominasi oleh isu nasional.

"Tim kampanye masing-masing kandidat bertanggung jawab mengontrol manajemen

isu kampanye agar tidak menimbulkan distorsi informasi dan kampanye liar di media sosial," kata Adit lagi.

Aditya menilai, masa kampanye yang panjang menyebabkan gimmick politik lebih banyak muncul di awal dan narasi programatik baru muncul di bulan-bulan akhir masa kampanye tidak relevan dijadikan alasan. Dia mengatakan, parpol seyogiayanya bekerja sejak dini dan terus-menerus dalam upaya mengetahui kebutuhan konstituen sehingga sepanjang apa pun masa kampanye, selalu ada konten substantif yang ditawarkan.

Dia melanjutkan, pentingnya kampanye programatik berbasiskan data yang valid dan mendorong fact-checking untuk mengisi perdebatan publik dengan argumen berbasis data sehingga meminimalisir politisasi identitas. Dia menambahkan, media dan kelompok masyarakat sipil perlu aktif mengambil bagian dalam upaya meredam politisasi indentitas.

"Pihak-pihak tersebut juga perlu melakukan kontra narasi terhadap politisasi isu-isu identitas, berita hoaks dan ujaran kebencian," katanya.

Adit mengatakan, diperlukan juga komitmen serius aktor dan partai politik untuk melakukan revisi UU Pemilu berkaitan dengan presidential threshold. Menurutnya, hal itu agar memungkinkan terbukanya peluang kandidasi yang lebih besar sehingga dapat meminimalisir polarisasi di masyarakat.

"Nah bagaimana cara meredam politik identitas ini, kalau saya punya pandangan, tergantung dari dua pasangan calon. Saya menunggu keduanya dalam konteks riil," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement