REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus melakukan penanganan terhadap kasus gigitan anjing yang diduga hewan penular rabies (HPR) di Pulau Sumbawa. Kepala Dinas Kesehatan NTB Nurhandini Eka Dewi mengatakan jumlah warga yang digigit anjing terus bertambah dengan rincian 714 warga di Kabupaten Dompu, 21 warga di Kabupaten Sumbawa, dan 26 warga di Kabupaten Bima.
Eka menyampaikan, Kabupaten Sumbawa dan Dompu telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) atas kasus rabies. Eka mengaku mendapat laporan warga di Kecamatan Donggo dan Kecamatan Bolo di Kabupaten Bima yang digigit anjing pada pekan lalu. Eka menjelaskan otak anjing yang menggigit warga sudah dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBVet) di Denpasar Bali.
"Hasilnya anjing negatif rabies sehingga Kabupaten Bima tidak berstatus KLB. Warga korban gigitan anjing di Bima juga sudah diberikan vaksinasi antirabies (VAR) oleh petugas," ujar Eka di Mataram, NTB, Rabu (20/2).
Eka mengatakan, pemberian VAR dan serum antirabies dilakukan agar bis mencegah virus rabies. Eka menyampaikan, seluruh kabupaten dan kota di NTB juga telah melakukan upaya eliminasi anjing liar sebagai langkah antisipasi penyebaran virus rabies.
Eka menambahkan, untuk saat ini Pulau Lombok masih aman dari kasus rabies. Kata Eka, meski ada sejumlah warga yang digigit anjing di Lombok, namun hasil laporan menunjukkan tidak ada yang dinyatakan positif rabies.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB Budi Septiani mengatakan, warga korban gigitan anjing di Bima sudah diberikan VAR dan sembilan sampel otak anjing di Bima sudah dikirim ke BBVet Denpasar.
"Hasilnya negatif rabies, sedangkan 11 sampel lainnya belum dikirim," ujar Budi.
Budi menambahkan, jumlah warga yang digigit anjing di Kabupaten Sumbawa bertambah dari 21 orang menjadi 22 orang dan terdapat empat ekor anjing yang dinyatakan positif sebagai HPR.
"Sebenarnya warga yang digigit anjing juga terjadi di Kota Mataram, namun HPR-nya negatif berdasarkan hasil penelitian sampel yang kami kirim ke BBVet," kata Budi.
Budi menjelaskan, upaya yang dilakukan saat ini ialah meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi, terutama warga desa di Kabupaten Bima dan Sumbawa yang berbatasan dengan Kabupaten Dompu. Hal ini mengingat anjing yang diduga HPR memiliki daya jelajah yang mencapai 10 km setelah menggigit korbannya.
"Selain itu, kami juga menjaga lalu-lintas masuknya HPR dari daerah tertular ke daerah yang belum tertular seperti Kabupaten Sumbawa Barat. Di Kabupaten Sumbawa sendiri respon warga dan pemerintah luar biasa. Semua turun tangan melakukan eliminasi terhadap anjing karena mereka juga takut," kata Budi.
Kasus gigitan anjing memang menimbulkan keresahan bagi masyarakat di Pulau Sumbawa. Awalnya kasus gigitan hanya terjadi di Kabupaten Dompu, namun menjalar ke wilayah tetangganya, Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.
Data Dinas Kesehatan (Diskes) NTB pada Selasa (19/2), untuk di Dompu, terdapat 709 warga yang digigit anjing, 702 warga sudah diberikan vaksin antirabies (VAR), 26 ekor anjing dinyatakan positif rabies, dan enam warga meninggal dunia. Sementara di Kabupaten Sumbawa, 21 warga dilaporkan digigit anjing dan seluruhnya telah diberikan VAR, enam anjing dinyatakan positif rabies, dan tidak ada korban meninggal dunia. Yang terbaru, Kabupaten Bima di mana 19 warganya dilaporkan digigit anjing dan seluruhnya telah diberikan VAR, belum ada anjing yang dinyatakan positif rabies, serta tidak ada korban meninggal dunia.
Kepala Diskes NTB Nurhandini Eka Dewi mengaku sudah mengeluarkan surat edaran nomor 443.33/33/P3KL/1/Dikes/2019 tentang kewaspadaan rabies. "Diskes NTB bersama Kemenkes telah turun langsung melihat perkembangan kasus gigitan HPR dan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota di NTB untuk meminimalisir kasus gigitan HPR," ujar Eka di Mataram, NTB, Selasa.