REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Komisi Penanggulangan Aids (KPA) akan menggandeng Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Surakarta untuk menyosialisasikan HIV/AIDS di kalangan masyarakat. Hal ini pascapenolakan 14 anak dengan HIV/AIDS (ADHA) di SDN Purwotomo.
"Setelah 14 anak dengan HIV/Aids ini dapat sekolah dan aktif mengikuti kegiatan sekolah, kami akan melakukan sosialisasi kepada seluruh siswa dan wali murid," kata Pengurus KPA Kota Surakarta, Tommy Prawoto di Solo, Sabtu (16/2).
Ia menambahkan sosialisasi tersebut nantinya bersifat umum. Dengan demikian, makin banyak masyarakat paham mengenai HIV/AIDS dan terbuka dengan pengidap penyakit tersebut.
Menurut dia, bagaimana membuat masyarakat bisa menerima penderita tersebut membutuhkan proses yang tidak sebentar. Karena itu, ia melakukan koordinasi dengan Pemkot Surakarta untuk bersama-sama melakukan sosialisasi.
Sementara itu, mengenai solusi sekolah baru pascapenolakan, KPA mengatakan sudah memperoleh solusinya. Kendati demikian, ia masih enggan menyampaikan di mana saja sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah baru anak-anak tersebut.
"Kami sudah menjembatani antara Yayasan Lentera sebagai rumah khusus Adha dan Disdik. Sejauh ini, sekolah-sekolah yang sudah ditunjuk juga tidak keberatan menerima anak-anak ini," ujarnya.
Ia berharap ke depan permasalahan serupa tidak lagi terjadi seiring dengan meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai HIV/Aids. Selain itu, ia berharap bisa menghapus stigma negatif sebagian masyarakat mengenai penyakit HIV/Aids.
Sebelumnya, 14 anak yang tinggal di Yayasan Lentera ditolak untuk bersekolah di SDN Purwotomo seiring dengan penolakan yang dilakukan oleh orang tua siswa lain. Sebagaimana diketahui, sebelumnya anak-anak tersebut bersekolah di SDN Bumi, namun "pascaregrouping" sejumlah sekolah, 14 anak ini dipindahkan ke SDN Purwotomo.
Salah satu pengurus Yayasan Lentera Puger Mulyono menceritakan awal mula penolakan. "Sudah satu minggu ini, memang mereka tidak boleh sekolah. Awalnya ketika saya mengantar anak-anak ini sekolah dan mereka masuk kelas, wali murid lain meminta anak mereka keluar dari kelas. Selalu seperti itu beberapa kali, mungkin lama-lama orang tua siswa lain jengkel hingga akhirnya mereka demo," jelasnya.
Ia mengatakan orang tua menuntut kepala sekolah untuk melarang anak-anak dari Yayasan Lentera kembali bersekolah. "Setelah itu, Kepala sekolah telepon saya, meminta agar anak-anak jangan sekolah dulu karena ada gejolak dari wali murid. Kami menghormati dan mengalah," tambahnya.