REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan sekolah dapat menghambat perkembangan mental anak. Terlebih, kasus perundungan tersebut kebanyakan terjadi terhadap anak-anak usia sekolah.
Direktur UNICEF Perwakilan Pulau Jawa, Arie Rukmantara mengatakan, kasus perundungan masih marak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahkan, angkanya mencapai 21 persen yang terjadi pada anak berumur 13 hingga 17 tahun.
"Artinya dua dari sepuluh anak yang kita tanya, anda pernah di-bully atau tidak, katanya pernah. Di-bully seperti apa?, sampai saya takut masuk sekolah," kata Arie di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Selasa (12/02).
Ia menjelaskan, situasi ini berbahaya bagi perkembangan mental anak ke depannya. Padahal, DIY memiliki sumber daya manusia (SDM) dan ekonomi yang maju dibandingkan beberapa daerah lainnya di Indonesia.
"Yogyakarta memiliki SDM yang luar biasa, ekonomi maju terus. Jangan sampai dikotomi dengan situasi anak-anak (yang mengalami perundungan)," lanjutnya.
Untuk itu, pemerintah maupun pihak terlibat lainnya harus bersama-sama dalam mengantisipasi dan mengatasi masalah ini. Sebab, generasi muda Indonesia dipersiapkan menjadi generasi yang unggul yang dimulai dari lingkungan sekolah.
"Dihadapkan dengan situasi kekerasan, dia tidak bisa mengembangkan mentalitas sportif dan juara. Ini yang ingin kita tekan, kita bekerja sama dengan pemerintah Yogya, baik provinsi maupun kota dan kabupaten untuk menurunkan angka perundungan," tambahnya.
Sementara itu, Child Survival and Development (CSD) Specialist UNICEF, Armunanto mengatakan, kenakalan remaja tidak hanya perundungan yang terjadi di DIY. Namun, kekerasan atau penganiayaan jalanan juga marak terjadi di DIY akhir-akhir ini.
Menurut Armunanto, penyebab terjadinya kekerasan ini sendiri dikarenakan berbagai hal. Salah satunya karena penggunaan narkoba dan kurangnya perhatian dari orang tua.
"Anak bisa lebih agresif karena pengaruh narkoba yang akhirnya anak berubah menjadi kenakalan yang lebih. Ada kasus broken home, orang tua cerai sehingga tidak ada perhatian dari keluarga," ujarnya.