REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat kemacetan jalan raya berpotensi mengalami peningkatan bila tarif ojek daring (online) naik. Pemerintah mesti sangat berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan terkait hal itu.
"Studi Bappenas menunjukkan bahwa 'potential lost' kemacetan bisa mencapai Rp 100 triliun per hari, padahal keberadaan ojek 'online' (daring) juga menjadi solusi," kata Ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal, dalam jumpa pers paparan hasil riset Research Institute of Economic Development (RISED) di Jakarta, Senin (11/2).
Hal tersebut karena kenaikan tarif ojek bisa membuat pengguna selama ini beralih kembali menggunakan kendaraan pribadi yang bisa menambah volume kendaraan di jalan raya. Sehingga ujung-ujungnya akan menambah kepadatan lalu lintas.
Selain mengurangi kemacetan, menurut Fithra Faisal, keberadaan ojek daring juga bermanfaat dalam mengatasi angka pengangguran. Terutama untuk menambah jumlah tenaga kerja untuk mendapatkan upah yang layak.
Bila kebijakan yang ada mendorong naiknya tarif ojek daring, kata dia, maka dicemaskan akan berdampak kepada turunnya penghasilan pengemudi karena semakin berkurangnya pengguna, serta bisa saja terjadi rasionalisasi pengurangan tenaga kerja. Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara menyatakan hasil riset yang dilakukan pihaknya terkait dengan dampak sosio-ekonomi terhadap kenaikan tarif ojek daring terhadap berbagai aspek.
Survei ini melibatkan sebanyak 2.001 konsumen pengguna ojol (ojek online) di 10 provinsi. Survei ini dilakukan untuk menjawab dampak dari berbagai kemungkinan kebijakan terkait ojol dan respons konsumen terhadapnya.
Hasil survei menyebutkan 45,83 persen responden menyatakan tarif ojol yang ada saat ini sudah sesuai. Bahkan 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif ojol saat ini sudah mahal dan sangat mahal.
Jika memang ada kenaikan, ujar hasil riset itu, sebanyak 48,13 persen responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari. Ada juga sebanyak 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.
Hasil RISED menunjukkan saat ini konsumen telah merasakan nyamannya menggunakan layanan ojol. Seperti tergambar dari hasil survei bahwa 75 persen responden lebih nyaman menggunakan ojol dibandingkan moda transportasi lainnya.
Sebesar 83 persen responden juga menyatakan bahwa ojol lebih unggul dikarenakan faktor kemudahan dalam bermobilitas, waktu yang fleksibel, dan layanan door-to-door.
Berdasarkan hasil survei juga terlihat bahwa masyarakat menggunakan ojol dominan untuk pergi ke sekolah, kuliah, dan kantor (72 persen responden). Sementara dari sisi jarak tempuh 79,21 persen responden menggunakan ojek daring untuk bertransportasi sejauh 0-10 km per hari.
Fakta menarik lain yang ditemukan dalam survei ini yakni ada 8,85 persen responden tidak pernah kembali menggunakan kendaraan pribadi setelah adanya transportasi ojol. Sementara 72,52 persen responden masih menggunakan kendaraan pribadi, namun frekuensinya hanya 1-10 kali/minggu.