REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sedikitnya 169 jiwa meninggal akibat penyakit demam berdarah dengue (DBD) mulai awal Januari 2019 hingga Ahad (3/2). Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono mengatakan, ratusan jiwa meninggal dunia akibat DBD.
"Jumlah kasus DBD sesuai laporan 34 provinsi sebanyak 16.692 dan 169 jiwa meninggal dunia. Provinsi yang mempunyai tren tinggi kasus suspect dengue adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Lampung, Sulawesi Utara (Sulut), Jawa Tengah, dan DKI Jakarta," ujarnya saat ditemui usai peringatan Hari Kanker Sedunia 2019, di Jakarta, Senin (4/2).
Ia menambahkan, kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur yaitu 52 jiwa, NTT 15 jiwa, Sulut 15 jiwa, Jawa Tengah 14 jiwa, Jawa Barat 14 Jiwa, Kalimantan Tengah sembilan jiwa, Sulawesi Selatan delapan jiwa. Kemudian Kalimantan Selatan lima jiwa, Gorontalo empat jiwa, Sulawesi Tengah empat jiwa, Kalimantan Barat empat jiwa, Jambi tiga jiwa, Lampung tiga jiwa, Sumatra Selatan tiga jiwa.
Selanjutnya Banten tiga jiwa, Kalimantan Timur tiga jiwa, Sumatra Utara dua jiwa, Kepulauan Riau dua jiwa, Aceh dua jiwa, Sumatra Barat satu jiwa, Riau satu jiwa, Papua satu jiwa, Bengkulu satu jiwa.
Ia menambahkan, hampir 90 persen kasus DBD terjadi pada anak-anak yang mayoritas usia lima hingga sembilan tahun. Karena itu, ia mengaku Kemenkes telah berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengingatkan sekolah-sekolah terkait penyakit ini.
Sebab, ia menyebutkan nyamuk pembawa virus dengue yaitu aedes aegypti menggigit saat pagi hari yaitu saat anak sedang di sekolah. Karena itu ia meminta bak-bak di kamar mandi sekolah dikosongi saat sekolah libur pada Sabtu dan Ahad.
Pihaknya juga mengaktifkan posko kewaspadaan DBD, mengaktifkan kelompok kerja (pokja) DBD, hingga menggerakkan masyarakat melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan 3M plus.
"Karena kalau melihat pola tahun-tahun lalu, peningkatan kasus DBD sampai akhir Februari dan kita harus sangat-sangat waspada, bukan hanya upaya pencegahan melainkan penanganan di fasilitas kesehatan (faskes)," ujarnya. Ia mengklaim stok cairan infus maupun darah yang dibutuhkan pasien DBD masih mencukupi.