Sabtu 02 Feb 2019 13:56 WIB

Kemendagri Tekankan Kaum Intelektual Inspirasi Pemilu

Politik uang dan SARA menjadi ancaman paling mengkhawatirkan untuk pemilu.

Red: EH Ismail
Kapuspen Kemendagri Bahtiar dalam acara Kemendagri Media Forum (KMF) 2019
Kapuspen Kemendagri Bahtiar dalam acara Kemendagri Media Forum (KMF) 2019

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Kemendagri Media Forum (KMF) 2019. Mengangkat Topik  yang sedang hangat di masa kampanye, yaitu Pancasila, hoaks, dan toleransi : Ancaman Pemilu 2019 berdasarkan ekspose hasil Riset Sindikasi Pemilu dan Demokrasi bersama Founding Father House digelar di Pers Room Kemendagri Jakarta, Jumat (1/2).

KMF tersebut menghadirkan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar Baharuddin,  peneliti senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Daniel Zuchron, dan peneliti senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata.

Berdasarkan hasil survei kerjasama LSM Sindikasi Pemilu dan Demokrasi bersama Founding Father House, yang melibatkan 300 sampel responden mahasiswa dan organisasi pemuda di  wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dengan teknik puposive sampling melalui metode Q, ditemukan beberapa hal yang menarik untuk diperbincangkan.

Dian permata memaparkan hasil risetnya, berdasarkan survei terhadap 300 responden ditemukan, politik uang dan SARA menjadi ancaman yang paling mengkhawatirkan. Tercatat ancaman politik uang di wilayah DKI Jakarta dominan dengan mengumpulkan 52 poin disusul Banten 37 dan Jawa Barat 34 poin. Sedangkan ancaman SARA, menjadi ancaman paling mengkhawatirkan kedua, terutama di Banten dengan 51 poin, disusul DKI 29 dan Jawa Barat 25 poin.

Hasil survei menjelaskan, politik uang masih menjadi hal yang lumrah bahkan tidak asing di masyarakat perkotaan. Sementara SARA masih menjadi dilema perkembangan toleransi di Indonesia.

Terlepas dari hasil survei, Dian mengkhawatirkan risiko ancaman penyalahgunaan tekhnologi informasi yang bahkan di negara lain juga mengalami hal serupa. Ia menilai kemampuan memanipulasi data digital berisikan fitnah yang berujung hoaks  kini semakin mudah.

“Kemampuan tekhnologi dalam memanipulasi video ril melalui rekayasa digital menjadi video yang berisikan hoax semakin berkembang luas dan mudah dipelajari,” kata Dian.

Ironisnya, berdasarkan survei tersebut diketahui kemampuan mahasiswa sebagai kaum yang seharusnya menjadi kaum intelektual dan bernalar tinggi  masih kurang dalam memvalidasi berita. Terdata mahasiswa DKI Jakarta yang tidak mampu membedakan hoaks mencapai 69 poin, selanjutnya Banten 50 poin dan Jawa Barat dengan 34 poin. Sangat berbanding terbalik dengan mahasiswa yang dianggap mampu membedakan hoaks, dimana DKI hanya 21 poin, Banten 43 dan Jawa Barat 34 poin.

Melalui data tersebut, Daniel Zuchron yang merupakan mantan komisioner Bawaslu mengaku sedih dengan kemampuan mahasiswa masa kini. Ia menganggap akan mudah bagi mahasiswa tersesat berita hoaks terlebih dikarenakan kemampuan nalaritas mahasiswa milenial dalam memahami Pancasila yang semakin rendah.

"Kemampuan logika dan filsafat mahasiswa sebagai kaum yang seharusnya intelektual masih kurang mampu membedakan hoaks, dan bisa tersesat,” ujar daniel.

Daniel beranggapan Soekarno sebagai Founding Fathers telah membentuk Pancasila sebagai nilai fundamental negara Indonesia, hasil serapan nilai kehidupan bangsa pada saat itu yang hingga kini masih relevan. Secara normatif, menurutnya Pancasila telah dikunci dalam pembukaan UUD 1945 sehingga yg penting adalah bagaimana cara membawa membumikan nilai Pancasila secara konkrit masuk ke dalam hidup dan kehidupan masyarakat.

Menanggapi hasil riset tersebut, Kapuspen Kemendagri Bahtiar mengungkapkan, minimnya tingkat pastisipasi masyarakat sipil, mahasiswa serta kaum intelektual yang menjadi tokoh inspirator hajatan Pemilu menjadi hajatan pesta demokrasi tidak menarik. Menurutnya ajang Pemilu biasanya menjadi arena diskusi publik yang paling hangat untuk perbincangkan hal-hal substantif kenegaraan.

Hasil survey menyebutkan turunnya nalar rekan mahasiswa dan semakin keringnnya tema-tema diskusi publik yang substantif, yang berdampak berkembangnya hoaks.  Ruang publik sangat kering gagasan kebangsaan dan kenegaraan.

Bahtiar mengingatkan, pentingnya dunia pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan sebagai tempat melatih penalaran terhadap fenomena, gejala dan peristiwa. 

Bahtiar t menjelaskan, Kemendagri adalah lembaga yang sangat menjunjung nilai demokrasi dan selalu terbuka akan perbedaan gagasan. Ia membuktikan dengan adanya fasilitasi #KMF# sbg ruang publik yang difasilitasi oleh Puspen Kemendagri terhadap Lembaga Non Pemerintahan (NGO) dan Pers untuk berinteraksi dgn kemendagri.

“Kemendagri selalu terbuka  terhadap berbagai masukan publik. Namun, juga kami memiliki posisi yang jelas untuk siap melawan racun-racun demokrasi, seperti yang sering disampaikan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo dalam.berbagai forum,” pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement