Kamis 24 Jan 2019 00:27 WIB

Perludem: DPR tidak Boleh Intervensi KPU Soal Kebijakan OSO

Perludem meminta DPR untuk mendukung KPU menjaga kemandiriannya.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyoal rencana Komisi II DPR yang akan memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik tidak dimasukannya nama Oesman Sapta (OSO) dalam daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Menurutnya, Komisi II DPR tidak boleh mengintervensi KPU terkait kebijakan mencoret OSO dari DCT.

"DPR boleh saja mengundang KPU dalam rangka RDP, namun KPU tidak boleh diintervensi atas kebijakan yang mereka (KPU) buat," ujar Titi saat dihubungi wartawan, Rabu (23/1).

Titi menilai, pemanggilan tersebut akan berdampak dengan penilaian publik bahwa Komisi II DPR menekan dan mengintervensi KPU. Itu karena, Komisi II mempertanyakan sikap tegas KPU yang tidak memasukkan nama Oesman Sapta dalam DCT meskipun sudah ada putusan PTUN dan Mahkamah Agung.

Padahal kata Titi, ia menilai KPU sudah bertindak benar dalam merespon pencalonan pengurus parpol sebagai caleg DPD sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Biarkan KPU menjaga kemandiriannya. Masyarakat sipil konsisten mendukung langkah KPU untuk menegakkan konstitusi," tegasnya.

Titi juga mempersoalkan pernyataan Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria yang mempertanyakan putusan MK terkait aturan pengurus parpol yang maju mencalonkan DPD tidak berlaku surut. Menurut Titi, MK sudah secara jelas menyebut putusan terkait pengurus parpol diberlakukan sejak pencalonan Pemilu 2019.

Karenanya, ia berharap elit politik dan tokoh publik untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu sesuai konstituonal. Apalagi, aturan mundur bagi pengurus parpol mundur bagi calon anggota DPD ini juga berlaku bagi ratusan calon anggota DPD lainnya

"Aturan serupa mampu dan bisa ditaati oleh 200an lebih para pengurus parpol yang maju sebagai caleg DPD, dan akan menjadi sangat anomali dan kontraproduktif, jangan memaksa tafsir hanya karena ingin menyelamatkan satu orang," kata Titi.

Karenanya, ia pun meminta agar Komisi II bijak dalam polemik kasus OSO tersebut. "Komisi II harus menjadi motor pelaksanaan Pemilu dan konsitusional dan sejalan dengan putusan MK yg sudah tidak membuka tafsir berbeda bagi praktik pelaksanaannya," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria mengatakan, Komisi II DPR akan memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Pemanggilan terkait sikap KPU RI yang dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kami akan carikan formula penyelesaiannya, kenapa KPU bersikeras. Nanti pada waktunya, akan kami panggil," kata Riza di Jakarta, Rabu (23/1).

Riza Patria mengaku bakal memanggil KPU dalam waktu dekat untuk mengantisipasi terjadinya kegaduhan politik dan jangan sampai masalah tersebut berlarut-larut dan memengaruhi hasil Pemilu 2019. Menurut dia, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Pemilu terkait anggota DPD boleh dari Partai Politik namun persoalannya apakah putusan MK itu berlaku surut atau tidak.

Dia menilai, putusan MK itu berlaku surut artinya dilaksanakan pada Pemilu 2024 bukan pemilu 2019. "Jadi karena sudah final oleh MA dan PTUN, seharusnya KPU melaksanakan putusan pengadilan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement