Jumat 05 Apr 2019 11:04 WIB

KPU: Nama OSO Tetap tak Ada di Surat Suara Pemilu

KPU memakai putusan MK sebagai landasan untuk tak memasukkan nama OSO.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta.
Foto: MPR
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, nama Oesman Sapta Odang (OSO) tetap tidak ada dalam surat suara pemilihan calon anggota DPD Pemilu 2019.

KPU berpendapat, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tetap menjadi rujukan dalam persoalan pencalonan OSO sebagai anggota DPD.  "Nama OSO tidak ada dalam surat suara. Tetapi persoalannya bukan soal cetak-mencetak. Masalahnya adalah keputusan MK bahwa pengurus parpol dilarang menjadi anggota DPD," ujar Hasyim ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (5/4).

Baca Juga

Kemudian, kata Hasyim, ada putusan selanjutnya yang menyatakan bahwa jika tidak melaksanakan putusan MK maka dianggap melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.  "Jadi KPU menjalankan putusan MK, tidak ada yang lain-lain. Keputusan MK juga melarang (memasukkan nama OSO ke dalam daftar calon tetap pemilu)," tegasnya.

KPU pun menurutnya tidak menolak surat presiden maupun mensesneg. KPU sudah membalas surat tersebut.  Sebagaimana putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, Ketua umum parpol dilarang mencalonkan diri sebagai anggota DPD. Jika ingin ditetapkan sebagai calon, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpolnya.

Sebelumnya, KPU menerima surat dari Mensesneg Nomor R 49/M.Sesneg/D-1/HK 06.02/3/2019 pada 22 Maret lalu. Dalam surat itu, mensesneg mengatakan berdasarkan pasal 116 ayat (6) UU Nomor 5 Tahun 1986  sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 Ketua PTUN Jakarta dengan Surat W2.TUN1.704.HK.06/III/2019 pada 4 Maret 2019 menyampaikan kepada Presiden soal memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yakni putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.

Sehubungan dengan hal itu dan berdasarkan arahan presiden, Kemensesneg menyampaikan surat ketua PTUN yang dimaksud beserta salinan putusan PTUN telah berkekuatan hukum tetap untuk ditindaklanjuti sebagaimana peraturan perundangan.

Sebelumnya, polemik OSO dan KPU bermula saat ketua umum Partai Hanura itu menggugat KPU melalui PTUN. OSO menggugat permintaan KPU yang menyertakan syarat pengunduran diri dari kepengurusan parpol agar bisa diakomodasi dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019.

Gugatan ini diputus PTUN pada 14 November 2018. Dalam putusannya PTUN meminta KPU membatalkan SK penetapan caleg DPD serta meminta KPU memasukkan nama OSO dalam DCT.

Selanjutnya, OSO juga mengugat KPU ke Bawaslu karena dianggap tidak menjalankan putusan PTUN. Bawaslu kemudian memutus gugatan tersebut pada 9 Januari 2019.

Dalam putusanya, Bawaslu meminta KPU memasukkan nama OSO ke DCT. Namun, Bawaslu tetap mewajibkan OSO mundur dari kepengurusan parpol jika terpilih sebagai anggota DPD.

Berdasarkan putusan Bawaslu, KPU kembali memberikan tenggat waktu bagi OSO menyampaikan surat pengunduran diri sebagai pengurus partai. Namun, OSO tetap tidak menyerahkan surat pengunduran diri dan kembali melayangkan gugatan ke Bawaslu.

Bawaslu pada akhirnya tidak melanjutkan pemeriksaan terhadap gugatan itu karena menilai laporan tersebut sama dengan laporan OSO yang sebelumnya. Setelah Bawaslu menolak, OSO kembali melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).  Dalam putusanya DKPP juga menolak laporan OSO karena menganggap KPU telah menjalankan putusan sesuai dengan aturan yang berlaku. Putusan DKPP dibacakan pada 27 Maret 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement