REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi disebut menerima uang terkait megaproyek Meikarta. Uang tersebut diberikan kepada anggota dewan melalui Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili, yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
‘’Saya dengar begitu (ada pemberian uang ke dewan). Dia (Neneng Rahmi) bilang Dewan dikasih," kata bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah di Kabupaten Bekasi tersebut dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/1).
Menurut Neneng, uang untuk anggota Dewan tersebut digunakan untuk pelesiran ke Thailand. Namun demikian ia tak mengetahui pasti apakah uang tersebut terkait perizinan proyek Meikarta atau bukan.
Neneng mengaku dalam proses RDTR ia sempat cuti selama tiga bulan karena mengikuti pilkada. Ia mengaku mengetahui soal perkembangan RDTR di DPRD itu dari Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili.
"Dia (Neneng Rahmi) bilang mau paripurna RDTR. Saya tanya kok sudah paripurna? Dia (Rahmi) bilang Dewan sudah siap dan Lippo sudah masuk,’’tutur dia.
Jaksa KPK, kemudian menanyakan apakah ada pemberian uang dalam proses tersebut. Neneng mengaku menerima uang sebesar Rp 1,4 miliar melalui Rahmi. Pemberian uang tersebut, kata dia, dilakukan dua kali. Pertama Rp 400 juga dan kedua Rp 1 miliar. Pertama Rp 400 juta, berikutnya Rp 1 miliar dalam bentuk dolar Singapura. Bilangnya dari Lippo,’’kata dia.
Sebelumnya, KPK menduga sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi terlibat kasus perizinan proyek Meikarta. "Dalam kasus suap untuk perizinan Meikarta, KPK mulai masuk mendalami indikasi adanya pihak tertentu yang miliki kepentingan mengubah aturan tata ruang di Kab Bekasi agar proyek tersebut bisa diterbitkan perizinan secara menyeluruh," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonformasi, Kamis (29/11).
Febri menuturkan, pembangunan dan perizinan untuk wilayah yang sangat luas, seperti Meikarta, memerlukan revisi peraturan daerah terlebih dahulu. Untuk itu, dalam masalah ini tak hanya pemda, tetapi juga membutuhkan otoritas atau kewenangan dari DPRD Kabupaten Bekasi seperti revisi Perda Kabupaten Bekasi.