REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Suara gemuruh yang akhir-akhir ini beberapa kali terdengar oleh warga Provinsi Lampung berasal dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan. Demikian keterangan resmi Kepala Bidang informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.
Dalam keterangan persnya pada Jumat (28/12), ia mengutip informasi petugas Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau bahwa suara tersebut sumbernya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau. Gunung Anak Krakatau, yang statusnya sudah ditingkatkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), masih mengalami erupsi yang diiringi suara gemuruh.
Bersama suara gemuruh tersebut, sensor gempa BMKG mendeteksi getaran. Sensor seismik BMKG yang berada di Liwa merekam getaran bersamaan dengan suara gemuruh yang terdengar oleh petugas BMKG Stasiun Geofisika Liwa, Lampung Barat, pada 25 Desember sekitar pukul 22.00 WIB dan 26 Desember pukul sekitar 20.40 WIB.
Beberapa warga Lampung pada 25 dan 26 Desember mendengar suara gemuruh. Demikian pula warga yang masih bertahan di Pulau Sebesi, gugusan pulau di Selat Sunda yang dekat dengan Gunung Anak Krakatau.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Hargopancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, Andi Suardi, juga menyatakan suara gemuruh hingga Rabu (26/12) dini hari masih terdengar dari Anak Krakatau. Namun dia tidak tahu apakah suara itu bisa sampai ke Kabupaten Mesuji, Lampung, mengingat di Kalianda, ibu kota Lampung Selatan, saja tidak terdengar.
BMKG bersama Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau dan dampaknya serta meminta warga tetap tenang namun waspada. Tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Sabtu (22/12) malam diduga disebabkan oleh longsoran Gunung Anak Krakatau.