Kamis 27 Dec 2018 15:01 WIB

Didakwa KPK, Eddy Sindoro tak Ajukan Eksepsi

Eddy Sindoro didakwa menyuap panitera PN Jakarta Pusat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro  usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Kosrupi (KPK), Jakarta, Senin (22/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Kosrupi (KPK), Jakarta, Senin (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Chairman PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro meberikan suap kepada mantan panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution. Suap diberikan terkait pengurusan dua perkara di PN Jakarta Pusat.

"Melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Jakarta Pusat, Kamis (27/12).

Dalam dakwaan, Eddy disebut memberikan suap itu bersama-sama dengan anak buahnya yakni pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno. Uang suap yang diberikan kepada Edy Nasution adalah sebesar Rp 150 juta dan 50 ribu dolar AS agar menunda proses pelaksanaan Aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan.

Diketahui, dalam perkara ini PT MTP diwajibkan membayar ganti rugi 11,1 juta dolar AS kepada Kymco berdasarkan putusan Singapore International Abitration Centre (SIAC) terkait wanprestasi. Namun, PT MTP tak kunjung membayar hingga akhirnya Kymco mendaftarkan gugatan Aanmaning ke PN Jakpus.

Namun, PT MTP tak kunjung hadir dalam setiap persidangan hingga akhirnya perusahaan itu meminta agar sidang Aanmaning ditunda. Agar sidang ditunda, Eddy Sindoro melalui Dody Aryanto memberi uang Rp 100 juta kepada Edy Nasution.

Sementara, perkara kedua adalah agar PN Jakarta Pusat mau menerima pendaftaran upaya Peninjauan Kembali perkara niaga yang diajukan PT Across Asia Limited (AAL) pada 15 Februari 2016. Padahal, batas waktu pengajuan PK sesuai Pasal 295 ayat (2) UU Kepailitan sudah terlewati yakni selama 180 hari sejak putusan kasasi diterima PT AAL pada 7 Agustus 2015.

Agar diterima pendaftaraanya, Eddy Sindoro kembali melalui Dody Aryanto menyuap Edy Nasution sebesar Rp 50 juta dan 50 ribu dolar AS.Usai mendengarkan dakwaan, Eddy memilih untuk tidak mengajukan eksespsi. "Yang mulia saya tidak akan mengajukan eksepsi," tegas Eddy.

Atas perbuatannya, Eddy didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP juncto Pasal Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement