REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar pembantaian puluhan pekerja di Kali Yigi dan Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, pada Ahad (2/12) membuat syok banyak pihak. Bagaimana tidak, pembantaian jutru dilakukan terhadap para pekerja proyek yang sedang membantu pembangunan Papua.
Hingga kini, jumlah korban masing simpang siur. Awalnya ada yang menyebut 31 orang terbunuh, namun berdasarkan klarifikasi terakhir, delapan orang yang dikabarkan tewas setelah dijemput paksa para pelaku ternyata masih selamat. Polisi dan TNI masih mencari kepastian soal jumlah korban.
Motif pembantaian ini belum bisa disimpulkan. Kapolres Jaya Wijaya AKBP Yan Pieter Reba menyebut pembunuhan tersebut terjadi lantaran ada salah seorang pekerja proyek yang tidak sengaja mengambil foto kegiatan HUT Tentara pembebasan nasional organisasi Papua merdeka (TPN/OPM). Hal tersebut membuat mereka marah sehingga mencari para pekerja proyek tersebut dan berakhir dengan pembunuhan terhadap korban.
Baca juga, Pembantai 31 Pekerja di Papua adalah Pemberontak.
Sementara Kapendam Cenderawasih XVII, Kolonel Inf Muhammad Aidi mengatakan, daerah tersebut termasuk daerah yang terisolasi selama ini dan dijadikan basis pergerakan oleh kelompok bersenjata. Ia menduga, mereka melancarkan aksi-aksinya karena di daerah tersebut dilakukan pembangunan jalan untuk membuka isolasi selama ini.
"Dengan adanya pembangunan jalan yang membuka isolasi tersebut, mungkin mereka merasa terusik dengan kehadiran TNI yang ada di tempat tersebut. Sehingga mereka melakukan aksi-aksi," tuturnya.
Ia juga menduga, hal tersebut merupakan salah satu motif dari pembunuhan terhadap puluhan pekerja di Distrik Yigi. Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB), kata dia, merasa perjuangannya dapat terhambat jika dilakukan pembangunan yang akan berdampak pada kesehahteraan masyarakat di sana.
"Semakin banyak masyarakat yang pro terhadap negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mereka merasa terhambat perjuangannya dan meneror masyarakat yang ada di sana," kata dia.
Aksi pembantaian ini terjadi di tengah momen penting bagi gerakan Papua merdeka. Setiap 1 Desember, kelompok pro kemerdekaan merayakan hari jadinya.
Bagi mereka, 1 Desember 1961 adalah hari kemerdekaan Papua Barat atas Belanda.
Pada momen tersebut, bendera Bintang Kejora dikibarkan. Sampai akhirnya terjadi penyerahan Papua ke Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA) yang berujung pada Pepera.
Pemerintah pun memilih menggunakan kata kelompok kriminal bersenjata dari pada gerakan atau Organisasi Papua Merdeka (OPM). Aidi menyebut Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) yang dipimpin Egianus Kogoya bertangung jawab atas pembunuhan tersebut.
Di Surabaya, aksi peringatan hari kemerdekaan Papua berlangsung ricuh. Sejumlah mahasiswa Papua terpaksa diamankan di kantor polisi untuk mencegah amukkan kelompok lain yang tak setuju dengan kegiatan mereka.
Kronologis
Kabid Humas Polda Papua, Komisaris Besar Polisi Ahmad Mustofa Kamal melalui keterangan tertulisnya menjelaskan kronologi peristiwa. Pada Sabtu (1/12) malam, Manajer Proyek jembatan Habema-Mugi bernama Cahyo, mendapat telepon dari nomor yang biasa dipegang oleh Jhoni, koordinator lapangan pembangunan jembatan.
"Namun, Cahyo tidak paham dengan maksud pembicaraan orang yang menelepon tersebut," kata Kamal, Senin (3/12).
Jhoni diketahui sedang melaksanakan pembangunan jembatan di Kali Aurak - Yigi, Nduga. Sementara, seorang pegawai Bina Marga bernama Monang Tobing melakukan komunikasi SMS dengan Jhoni pada tanggal 30 November 2018. Diduga, penelepon Cahyo tersebut adalah KKB yang menculik para pekerja.