Rabu 21 Nov 2018 15:31 WIB

Politikus PDIP Soal Masjid Terpapar Radikalisme: Ini Alarm

Politikus PDIP tak mempersoalkan BIN mengungkapkan data kepada publik.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Charles Honoris
Foto: ANTARA
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Charles Honoris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan adanya 40 masjid terpapar radikalisme di instansi pemerintah, merupakan peringatan atau alarm bagi Indonesia. Ia mengimbau masyarakat lebih memperhatikkan apa yang disampaikan oleh Badan Intelejen Negara (BIN).

"Sehingga pengelolaan tempat-tempat ibadah itu juga harus dapat perhatian khusus. Misalnya khotbah-khotbah yang mengandung radikalisme lebih baik tidak diberikan," kata Charles di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/11).

Baca Juga

Terkait tindakan BIN yang mengungkapkan data tersebut ke masyarakat, politikus PDI Perjuangan itu mengaku tidak memiliki otoritas untuk memberi penilaian. Namun menurutnya, informasi yang dibeberkan BIN merupakan informasi yang penting untuk diperhatikan bersama.

Apalagi, ia mengatakan, berbagai survei menyebutkan adanya peningkatan intoleransi dan masih minimnya pemahaman soal intoleran khususnya di anak muda indonesia. “Sehingga, data seperti ini harus dianggap sebagai alarm bagi kita semua mengawasi paham paham intoleran," tuturnya.

Ia meyakini BIN memiliki pertimbangan ketika mengungkapkan data tersebut ke publik. Selain itu, menurutnya, apa yang disampaikan BIN adalah sesuatu hal yang positif.

"Bukan untuk menakuti, tetapi agar waspada. Memang ini fakta soal penyebaran paham radikal intoleransi dan kekerasan, itu fakta," ucapnya.

Di sisi lain, anggota Komisi I DPR RI Hidayat Nur Wahid menganggap aneh jika data yang dipakai oleh BIN bukan data BIN. Menurut politikus PKS tersebut, BIN seharusnya memiliki data independen. 

Kemudian data tersebut, Hidayat menambahkan, seharusnya hanya diberikan kepada presiden sebagai pengguna (user). "BIN itu user-nya bukan masyarakat, jadi aneh kalau kemudian BIN pakai data yang lain kemudian tanpa  klarifikasi, tanpa verifikasi kemudian itu seolah-olah data kebenaran dan kemudian disuarakan ke publik," ujar dia.

Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) menjelaskan informasi tentang adanya 41 masjid di lingkungan pemerintahan yang terpapar radikalisme. Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto menjelaskan, survei itu dilakukan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).

BIN menyampaikan hasilnya sebagai peringatan dini atau early warning. Kemudian, survei itu  ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN. 

"Keberadaan masjid di Kementrian/Lembaga dan BUMN perlu dijaga agar penyebaran ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu melalui ceramah-ceramah agama tidak mempengaruhi masyarakat dan mendegradasi Islam sebagai agama yang menghormati setiap golongan," kata Wawan, Ahad (18/11). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement