Sabtu 27 Oct 2018 17:28 WIB

Kemendagri Dukung KPK Bersihkan Penyelenggara Koruptif

Kinerja KPK menunjukan sistem pengawasan terhadap penyelenggara sudah berjalan

Red: EH Ismail
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat selama 2018 terdapat 19 kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sekitar 61 Anggota DPR dan DPRD tertangkap kasus korupsi.  Mencermati dinamika tersebut, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar mengapresiasi kinerja jajaran KPK yang mengungkap praktek korupsi penyelenggara pemerintahan.

Menurut Bahtiar, Kemendagri sebagai Kementerian yang memiliki fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan pemerintahan di daerah mendukung penuh terhadap upaya KPK yang terus melakukan pembersihan terhadap praktik koruptif di jajaran pemerintah daerah “Silakan KPK membersihkan terus demi kebaikan dan perbaikan tata kelola pemerintahan,” kata Bahtiar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Bahtiar menjelaskan, kinerja KPK menunjukan sistem pengawasan masyarakat terhadap penyelenggara sudah berjalan. Pasalnya, kewenangan yang besar baik Kepala Daerah maupun DPRD selaku penyelengara

“Pemerintahan di daerah memunculkan kecenderungan untuk menyalahgunakan kewenangan.  Peran masyarakat dalam mengontrol pemerintahan ini sesuai dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik, guna menciptakan pemerintahan daerah yang efektif, efisien, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, serta nepotisme,” ujar Bahtiar.

Menurut Bahtiar, perlu perbaikan dalam tata kelola pemerintahan termasuk mekanisme rektutmen para penyelenggara negara. Penyelenggara negara sejatinya mengabdi bangsa dan negara, bukan memperkaya diri dan keluarga.

 

Bahtiar menekankan, penyelenggaraan otonomi daerah seyogyanya memperkuat posisi pemerintah daerah (Pemda) dalam memajukan kesejahteraan rakyat di daerah (human development). Untuk menjamin akselerasi otonomi daerah itu maka diperlukan pemimpin daerah (kepala daerah) yang dipilih langsung (Pilkada) agar menjadi kuat legitimasi politik dan dapat tenang bekerja karena tidak dirongrong oleh permainan politik di daerah.

Bahtiar kemudian menyoroti sistem pemerintahan daerah dan sistem rekruitmen politik  saat ini perlu dievaluasi. “Undang –undang Pemerintah Daerah dan Undang - undang Pilkada, UU yang mengatur  birokrasi, administrasi tata kelola keuangan dan daerah yang menurut arahan Presiden sangat rumit,  dan hanya mengedepankan aspek prosedur administrasi belaka, perlu dievaluasi secara  komprehensif, karena tidak kompatibel menghasilkan penyelenggara negara yang berintegritas,” pungkasnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement