REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin resmi ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Neneng merupakan tersangka kasus suap pengurusan izin proyek pembangunan central business district (CBD) Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Neneng mengenakan baju kuning dan kerudung abu-abu bermotif dengan dibalut rompi tahanan oranye. Kader Partai Golkar itu tak menggubris pertanyaan awak media yang menunggunya di depan pintu lobi Gedung KPK, Jakarta. Dia memilih berjalan dan menerobos barisan wartawan.
"NHY ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (16/10).
Sama seperti Neneng Hasanah, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro juga langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan. Ia ditahan di Rutan Polda Metro Jaya untuk 20 hari pertama.
Sementara tujuh tersangka lainnya langsung ditahan 20 hari pertama di Tahanan Polres Metro Jakarta Timur, Tahanan Polres Jakarta Selatan dan Tahanan Polres Jakarta Pusat. "HJ ditahan di Polres Metro Jakarta Timur, T ditahan di Polres Jakarta Pusat, FDP ditahan di Polres Metro Jaksel, J ditahan di polres metro Jakpus, SMN ditahan di Polres Metro Jaktim, DT ditahan di Polres Metro Jaksel," rinci Febri.
KPK baru saja menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group, Henry Jasmen.
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin, Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar, Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi.
Neneng Hasanah dan anak buahnya diduga menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Pemberian diduga terkait izin proyek seluas total 774 hektare (ha) itu dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama 84,6 ha, tahap kedua 252,6 ha dan tahap ketiga 101,5 ha.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT. Diduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada bulan April, Mei dan Juni 2018.
Keterkaitan sejumlah Dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memlliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan, diantaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga Iahan makam.