Selasa 16 Oct 2018 00:14 WIB

Dugaan Suap Meikarta Jadi Kasus Kedua Billy Sindoro

Pada 2009, Billy divonis 3 tahun karena suap KPPU terkait hak siar Liga Inggris.

Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro berjalan saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro berjalan saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Billy ditetapkan sebagai tersangka bersama delapan orang lainnya, termasuk Bupati Bekasi 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin. 

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan sembilan tersangka tersebut diterapkan setelah melakukan pemeriksaan dilanjutkan gelar perkara. “Sebelum 1x24 jam disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji pada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," kata dia saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10).

Baca Juga

Berdasarkan catatan Republika.co.idkasus ini merupakan kedua kali Billy ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Pada 2008 silam, Billy selaku eksekutif grup Lippo pernah terjerat kasus suap  Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) berkaitan dengan hak siar Liga Utama Inggris.

photo
Billy Sindoro pada persidangan kasus suap KPPU di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta beberapa tahun lalu. (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Pada 16 September 2008, Billy melakukan pertemuan dengan komisioner KPPU Mohammad Iqbal di Hotel Aryaduta, tepatnya di kamar 1712 Surabaya Suites lantai 17. Dalam kesempatan tersebut, Billy menyampaikan terima kasih atas bantuan Iqbal. 

Selanjutnya, Billy menyerahkan tas warna hitam berisi uang Rp 500 juta kepada Iqbal. Saat turun di lobby Hotel Aryaduta, Iqbal langsung ditangkap oleh petugas KPK.

KPK menyita barang bukti berupa tas jinjing warna hitam pemberian Billi Sindoro. Di dalam tas, KPK menemukan uang senilai RP 500 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu.

Pada 18 Februari 2009, Billy divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Sementara Iqbal dihukum 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.

8 tersangka dugaan suap Meikarta

photo
Dokumentasi pembangunan Meikarta pada Juni 2018. (dok. Meikarta)

Pada kasus dugaan suap Meikarta, Billy diduga berperan sebagai pemberi hadiah. Tersangka yang diduga sebagai pemberi hadiah, yakni dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP) serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).

Sedangkan diduga sebagai penerima, yaitu Neneng Hassanah Yasin (NNY) bersama sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi. Para kepala dinas yang menjadi tersangka, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas Dinas Penanama Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

"Diduga bupati Bekasi dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," ucap Syarif.

photo
Pewarta mengamati ruangan kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang tersegel stiker KPK usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kompleks Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi, Cikarang, Jawa Barat, Senin (15/10). (Antara)

Syarif menerangkan, pemberian diduga terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare. Proyek ini dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare. 

"Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen 'fee' fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT," kata Syarif.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada  April, Mei, dan Juni 2018.

Ia menyatakan keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup komplek, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan.

"Sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam," tutur Syarif.

photo
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif (kanan) bersama Juru bicara KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan pada operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi perizinan proyek pembangunan Meikartad di Gedung KPK ,Jakarta, Senin (15/10). (Republika/Mahmud Muhyidin)

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Billy Sindoro, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, Henry Jasmen disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a pasal 5 ayat (1) huruf b atau atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan diduga sebagai pihak penerima Neneng Hassanah Yasin disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahmi disangkakan melanggar pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

photo
Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (tengah) tersangka kasus korupsi perizinan proyek pembangunan Meikarta berjalan saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10). (Republika/Mahmud Muhyidin)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement