REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Satuan Reskrim Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan berhasil mengungkap modus penipuan mengatasnamakan korban gempa Palu-Donggala, Sulawesi Tengah. Modusnya pelaku membuka rekening donasi.
"Patroli siber mendapat banyak laporan modus melalui SMS meminta bantuan dana melalui rekening bagi keluarga korban ditimpa gempa di Palu dan Donggala Sulteng, lalu tim menelusuri hingga menangkap pelaku," kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Wirdhanto Hadicaksono saat jumpa pers kasus di kantornya, Kamis (11/10).
Pelaku tersebut memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menipu calon korbannya. Polisi menyita perlengkapan dari pelaku masing-masing laptop, satu tablet, tujuh ponsel, 13 modem internet serta puluhan sim card provider yang diganti-ganti untuk menipu korbannya.
Baca juga, Puluhan PNS Sulteng Meninggal Akibat Gempa dan Tsunami.
Pengungkapan kasus ini berawal maraknya informasi tentang permintaan sumbangan, baik melalui pesan pendek (SMS) dan situs abal-abal online dengan pesan "Tolong Bantu Keluarga Kami Korban Bencana Tsunami Donggala".
Pesan itu juga mengarahkan calon korban mentransfer dana melalui nomor rekening atas nama Ristianti beralamat di Palu dan Donggala, setelah dicek rekening tersebut aktif namun dananya sudah habis.
Modus operandinya dengan menggunakan aplikasi SMS Caster atau pesan berantai secara acak dengan menyasar nomor-nomor ponsel yang masih aktif agar memudahkan menjalankan penipuannya. "Aplikasi ini ditujukan kepada banyaknya nomor handphone secara acak, menggunakan modem internet untuk menyebarkan lebih luas ke banyak orang," ungkap Wirdhanto.
Mantan Kasubdit II Dit Reskrimsus Polda Sulsel itu mengemukakan tersangka melengkapi peralatannya itu lalu membuat rekening tampungan dari cabang Palu-Donggala. Ada dua rekening digunakan pelaku. Memanfaatkan duka bencana tersangka membuat dan merangkai kalimat agar orang mau memberi sumbangan.
Tersangka juga telah mengambil uang Rp10 juta dari rekening tersebut. "Sementara ini kami masih dalami apakah ada orang lain serta bekerja sama dengan pihak lain sampai berani melakukan penipuan mengatasnakaman korban bencana di sana. Semua peralatan masih disita untuk pengembangan," tambahnya.
Pelaku diketahui merupakan warga Amparita, Kabupaten Sidrap, Sulsel dan saat ini masih mengaku berprofesi sebagai petani. Pelaku memanfaatkan situasi tersebut beralasan terhimpit faktor ekonomi.
Dari keterangan, pelaku mengaku sudah menjalankan modus penipuan tersebut selama dua pekan. Perlengkapan diperoleh dari rekannya. Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) katanya dibeli dari temannya di Kabupaten Pangkep seharga Rp1,2 juta.
Untuk jumlah korban, masih dikoordinasikan pihak bank. "Tersangka dikenakan pasal 28 ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman enam tahun penjara, denda Rp1 miliar," tegas dia.
Pelaku penipuan, Laman Sure (41) saat ditanya wartawan mengakui kesalahannya dengan beralasan melakukan penipuan karena faktor ekonomi karena selama dua tahun terakhir selalu gagal panen.
"Saya belajar sendiri melihat caranya di intenet, setelah bisa ada bencana di televisi saya liat lalu saya coba. Hasil dari uang itu saya belikan beras dan lainnya untuk hidup sehari-hari. Baru dua minggu saya coba cara seperti ini," katanya beralasan.
Saat ditanya kenapa tega mengambil keuntungan dari derita orang lain yang sedang dilanda kesusahan, ia menyatakan baru sadar setelah tertangkap petugas.