REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin mengakan akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan, jika polisi telah resmi menahan kliennya terkaigt kasus penyebaran hoaks. Insank mengatakan, Ratna Sarumpaet akan kooperatif menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
"Itu kan formal ya, permohonan, kalau dilakuakan penahanan ya pasti kita akan mohonkan itu. Iya, kami akan ajukan," kata Insank di Mapolda Metro Jaya, Jumat (5/10).
Menurutnya, alasan penangguhan penahanan akan dilakukan, karena Ratna dianggap masih kooperatif selama diperiksa sebagai tersangka. Selain itu, adanya rencana permohonan itu karena faktor usia Ratna yang sudah lanjut sehingga tidak ada upaya melarikan diri. "Karena ibu RS (Ratna Sarumpaet) sangat kooperatif dan usianya sudah lanjut, mau kemana sih dia," ujarnya.
Ratna terancam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang-Undang ITE terkait penyebaran hoaks penganiayaan. Atas kasus tersebut, Ratna terancam 10 tahun penjara. Ratna juga terancam pasal 14 UU nomor 1 tahun 1946. Pasal ini menyangkut kebohongan Ratna yang menciptakan keonaran.
Kepolisian membongkar fakta berbeda terkait isu penganiayaan Ratna Sarumpaet yang beredar di internet. Ratna mengaku dipukuli di Bandung pada 21 September 2018. Politikus yang mendengar cerita Ratna pun turut menyampaikan kisah bohong Ratna ke publik.
Namun, penyelidikan polisi menemukan bahwa Ratna di Jakarta pada tanggal tersebut, tepatnya di RS Bina Estetika hingga tangga 24 September. Lebam di muka Ratna pun ternyata diakibatkan operasi sedot lemak yang dijalaninya.
Ratna akhirnya mengakui bahwa ia berbohong pada sejumlah politikus dan tokoh terkait penganiayaan yang dialaminya. Sejumlah tokoh tersebut yang menyampaikan bahwa Ratna dipukuli di antaranya, Prabowo Subianto, Fadli Zon, Sandiaga Uno, Dahnil Anhar, Amien Rais dan belasan lainnya.