Ahad 23 Sep 2018 17:18 WIB

Sungai Cileungsi Tercemar: Bau Menusuk, Nyamuk Makin Banyak

Penyelidikan pencemaran Sungai Cileungsi dibuka pada 4 Oktober mendatang.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Elba Damhuri
Warga menunjukan ikan yang mati akibat pencemaran Sungai Cileungsi di kawasan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/9).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warga menunjukan ikan yang mati akibat pencemaran Sungai Cileungsi di kawasan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/9).

BOGOR -- Aliran Sungai Cikuda, Jalan Raya Kampung Cikuda, Desa Wanaherang, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, berwarna hitam. Sungai ini juga mengeluarkan bau busuk yang menyengat.

Aliran ini termasuk aliran Sungai Cileungsi yang sudah genap empat bulan tercemar. Musim kemarau panjang dan banyaknya volume limbah pabrik industri --yang dibuang di sepanjang aliran sungai-- menjadi salah satu penyebab utama tercemarnya sungai dengan lebar sekitar 70 meter tersebut.

Para warga merasa terganggu dengan bau tersebut karena mengganggu aktivitas dan menurunkan nafsu makan. Di beberapa titik tertentu di Desa Wanaherang, Kecamatan Gunungputri, kerap kali dijumpai sejumlah pabrik maupun rumah industri yang berada tepat di bantaran sungai.

Bahkan, terdapat paralon dengan berbagai ukuran menjuntai langsung ke arah sungai. Paralon itu mengeluarkan cairan yang diduga merupakan limbah dari rumah industri maupun rumah tangga.

Salah satu warga mengakui aliran Sungai Cikuda menjadi salah satu tempat pembuangan limbah, baik itu limbah pabrik, rumah industri, hingga limbah rumah tangga. Limbah berasal dari hasil pembuatan tahu dan tempe merupakan salah satu jenis limbah yang berada di sekitar wilayah tersebut.

Heri, warga Kampung Cikuda, RT 02, RW 05, mengatakan mayoritas warga memproduksi tahu dan tempe. "Kalau dulu, tidak separah, sehitam, dan sebau busuk ini. Sepertinya ini berasal dari limbah pabrik, tapi saya tidak tahu secara pasti pabrik yang mana," ucap Heri, Sabtu (22/9).

Menurut dia, aliran limbah Sungai Cikuda tahun ini merupakan yang terparah yang pernah dialaminya beserta warga sekitar sejak puluhan tahun lalu. "Hitam pekat dan bau berkepanjangan," ucapnya.

Debit air yang kecil karena musim kemarau tentu semakin memperburuk aroma busuk yang ditimbulkan kala angin berembus kencang maupun sedang. Selain bau busuk yang ditimbulkan, warga juga kerap kali mengeluhkan banyaknya nyamuk ketika siang ataupun malam hari.

“Apalagi kalau masuk habis Maghrib, tengah malam, dan Subuh, bau banget,” ujar Heri.

Dia menambahkan warga tidak berani menggunakan air sungai untuk minum dan lebih memilih membeli air galon. "Jujur saja, dengan keadaan seperti ini, kita tidak nyaman. Banyak juga warga yang sempat ngeluh, tapi mau bagaimana lagi? Banyak nyamuk, bau busuk, kita terima saja deh,” paparnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Pandji Ksatriadji mengatakan sebelum kejadian ini, pabrik dan limbah di sekitar sungai selalu dipantau. "Dari hasil rapat nantinya dilakukan investigasi dan adanya tim terpadu penanganan ini," kata Pandji kepada Republika, Sabtu (22/9).

Dia mengatakan pihaknya sedang melakukan tahapan pengawasan dan teguran kepada setiap perusahaan. Pandji mengakui sudah banyak yang mengeluh, tapi ini butuh proses. "Kita investigasi dulu yang 12 perusahaan itu," jelas Pandji.

Banyak warga yang mengeluhkan bau. Menurut Pandji, bau itu berasal dari mikroba yang mengeluarkan gas. Saat ini sedang dilakukan investigasi asal muasal baunya dari mana, dan instalasi pengelolaan air limbahnya juga.

Hasil laboratorium sampel udara dan hasil dari pencemaran Sungai Cileungsi ini akan diberitahukan ke masyarakat pada 4 Oktober 2018. "Akan saya sampaikan ke masyarakat pabriknya apa saja, tindakan dan pelanggarannya apa saja," ucapnya.

(ed: nina ch)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement