Rabu 29 Aug 2018 14:21 WIB

'Asian Games 2018 Mentahkan Pandangan Kaum Radikal'

Pandangan kelompok tersebut memang sempit.

Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.
Foto: Republika/Wihdan H
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelaran Asian Games 2018 sejauh ini berjalan lancar dan aman. Tidak hanya itu, Indonesia tidak hanya sukses sebagai tuan rumah, tetapi juga sukses prestasi. Sejauh ini Indonesia masih menempati peringkat empat dengan raihan 25 medali emas, 19 perak, dan 29 perunggu. Cina di urutan teratas dengan 99 emas, 65 perak, 47 perunggu, diikuti Jepang dan Korea.

Keberhasilan ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia, tetapi juga menjadi ‘senjata’ untuk mementahkan pandangan negatif kaum radikal yang sejak awal selalu nyinyir dengan penyelenggaraan Asian Games 2018. Juga mampu menjadi perekat persatuan dan kebangsaan dengan secara total mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia.

“Pandangan kelompok tersebut memang sempit. Makanya jadikan momen Asian Games ini untuk memerangi pandangan pandangan radikal itu. Buktinya apa yang mereka lakukan dengan menyebarkan fitnah dan propaganda semua mentah. Malah Asian Games ini mampu memperkuat persatuan dan kesatuan kita, bangsa Indonesia,” papar Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Prof Dr Hamdi Muluk di Jakarta, Rabu (29/8).

Menurut Hamdi, tidak hanya Asian Games, hampir semua kegiatan yang dilakukan pemerintah Indonesia, juga ‘diserang’ kelompok radikal melalui akun mereka di media sosial maupun di situs media daring. Mereka selalu ‘meniupkan’ narasi-narasi anti-Keindonesiaan yang menjadi bagian dari ideologi mereka, apakah itu yang berbasis agama maupun etnis.

Salah satu contohnya adalah mereka menilai acara pembukaan Asian Games 2018 tidak sesuai dengan ajaran islam karena memperagakan simbol-simbol dan banyak atlet yang menggunakan pakaian terbuka. Juga Asian Games juga tidak mempunyai empati terhadap bencana gempa bumi di Lombok.

“Di mata mereka, negara Indonesia itu thogut (sesat), jadi semua atribut kebangasaan, burung garuda, bendera Merah Putih dianggapnya sesat, tidak sesuai ajaran islam. Padahal kalau dikaji secara komprehensif, ulama-ulama dulu yang menjadi founding father kita sudah sepakat dengan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan Pancasila. Semua itu tidak ada sama sekali bertentangan dengan Islam. Islam dan kebangsaan itu sudah menyatu,” kata Hamdi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement