Senin 27 Aug 2018 11:05 WIB

Demokrat Bandingkan Kebijakan Polisi di Era SBY dan Jokowi

Demokrat mengklaim, pendukung SBY tak pernah main hakim sendiri.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi-aksi pelarangan dan penolakan terhadap gerakan #2019GantiPresiden terus terjadi. Di antaranya aktivis gerakan ganti presiden, Neno Warisman, diadang dan ditolak saat akan menghadiri deklarasi gerakan itu di Riau. Kemudian di Surabaya, terjadi pengepungan terhadap Ahmad Dhani dengan cara represif.

Politikus Partai Demokrat yang juga Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik angkat bicara soal rentetan kejadian itu. Melalui akun Twitter-nya, Rachland menyatakan bahwa Neno Warisman berhak berpendapat dan mengekspresikannya dengan bebas, sama seperti para pendukung Jokowi yang menyuarakan Jokowi dua periode. Dia pun membandingkan dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode.

"Mereka bilang 2019 ganti presiden kampanye kepagian. Bahkan dituding "makar", mau jatuhkan presiden yang sah. Dulu mereka bikin gerakan "Cabut Mandat SBY". Aksi massa dan mimbar bebas di mana-mana, tapi SBY tak suruh polisi bubarkan. Pendukung SBY tak main hakim sendiri. Beda," tulis Rachland, Senin (27/8).

Kemudian, Rachland juga mengatakan ada yang bilang bahwa langkah berlebihan melarang diskusi dan aksi 2019 ganti presiden bukan gaya Presiden Joko Widodo. Namun, dia tetap merasa getir karena Presiden Joko Widodo tidak pernah sekali pun mengecam atau melarang langkah penolakan terhadap gerakan 2019 ganti presiden yang dilakukan secara berlebihan.

"Saya berbaik sangka, mungkin itu benar. Tapi, saya merasa getir karena Presiden tak pernah sekali pun mengecam, melarang langkah berlebihan itu," katanya menambahkan.

Baca juga: Soal Aksi #2019GantiPresiden, Pakar: Polri Jangan Berasumsi

Selain itu, Rachland juga menyinggung kinerja Presiden Joko Widodo yang dielu-elukan kelompok penolak gerakan 2019 ganti presiden tersebut. Bahkan, disebutnya, Joko Widodo juga memiliki catatan yang kurang bagus selama empat tahun memimpin Indonesia.

"Kini, setelah empat tahun berkuasa, Jokowi juga punya masa lalu, dan tidak bagus. Ada warga negara ditangkap, ada juga yang dibui, karena menyatakan pendapat berbeda.  Ada mata penyidik KPK dibuat buta dan Presiden cuma bisa menyelingkuhi kata-kata," tuturnya. 

Sementara, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, penolakan terhadap deklarasi #2019GantiPresiden di sejumlah tempat karena saat ini belum memasuki masa kampanye. Karena adanya penolakan itu, Polri tidak memberikan izin terhadap acara deklarasi #2019GantiPresiden.

"Sebagian besar masyarakat menolak karena belum masuk masa kampanye. Mereka juga keluarkan suara bahwa pilpres harus diisi dengan kampanye adu cerdas program. Bukan membuat tagar yang bisa menyinggung yang lain dan potensi konflik," ujar Setyo melalui pesan tertulis, Ahad (26/8).

Tingginya gelombang penolakan itu, kata Setyo, pun menjadi landasan kepolisian untuk lantas tidak melanjutkan memberi izin pada deklarasi tersebut. Pasalnya, dikhawatirkan kericuhan dapat pecah.

"Banyak gelombang penolakan deklarasi tersebut yang dapat akibatkan konflik yang merupakan gangguan terhadap ketertiban umum," kata Setyo.

Baca juga: Relawan Galang Kemajuan Jokowi Dideklarasikan di Sukabumi

Baca juga: Ribuan Santri Deklarasi Dukung Jokowi-Ma'ruf Amin di Bekasi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement