Selasa 14 Aug 2018 23:52 WIB

Kamboja Belajar Pengelolaan Lingkungan ke Surabaya

Kamboja menyebut kebijakan membayar dengan sampah plastik menarik diterapkan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Suroboyo Bus melintas di jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (7/4).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Suroboyo Bus melintas di jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (7/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 18 orang rombongan dari Kamboja belajar tentang pengelolaan lingkungan, tata kota, dan pengaturan lalu lintas di Surabaya. Rombongan yang dihubungkan oleh Global Green Growth Institute (GGGI) ini diterima langsung oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di ruang sidang Wali Kota Surabaya, Selasa (14/8).

Rombongan yang ikut dalam pertemuan itu di antaranya Wakil Wali Kota Battambang Hoeurn Doeur, Wakil Wali Kota Siem Reap Lim Phallika, Wali Kota Bavet Seng Seila, Wali Kota Kampong Cham City Chan Phally, Wali Kota Kep Tit Sokha, Wakil Kepala Petugas Kota Sihanoukville Teang Vannarith, Wali Kota Soung Chea Naron, Wakil Direktur DDC Kementerian Dalam Negeri Ing Chhe, Wakil Direktur DDC Kementerian Dalam Negeri Meas Chhivhun.

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menjelaskan berbagai hal tentang pembangunan Kota Surabaya, terutama pengelolaan lingkungan, tata kota dan pengaturan lalu lintas di Surabaya. Secara lebih detail, ia menjelaskan tentang pembangunan taman yang saat ini sudah 420 taman dengan 133 hektar, pembangunan 403 lapangan olahraga yang tersebar di berbagai titik di Kota Surabaya dan pembangunan jalur hijau sekitar 35 hektar.

“Pembangunan jalur hijau itu penting untuk menyerap karbon dioksida yang ada di jalanan. Supaya tidak ke perumahan warga, sehingga kualitas udara dan suhu udara tetap bagus. Makanya, kita pilih tanaman yang rata-rata bisa menyerap karbon dioksida menjadi lebih besar,” kata Risma.

Dalam upaya merawat taman dan jalur hijau itu, kata Risma, Pemkot Surabaya membuat rumah kompos yang saat ini berjumlah 26 unit. Bahkan, rumah-rumah kompos itu jadi pembangkit listrik. Rumah kompos itu mengelola sampah-sampah yang ada di Surabaya.

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Pembangunan Berkelanjutan Kamboja H. E E Vuthy mengatakan, Surabaya adalah kota yang ramah lingkungan dan sudah menerapkan pembangunan yang ramah lingkungan pula. Maka tak heran jika masyarakatnya di Kota Pahlawan ini bisa hidup dengan mutu udara dan air yang lebih baik.

"Mereka juga ingin menerapkan itu di kotanya, makanya dia berkunjung ke Surabaya,” kata Vuthy seusai pertemuan.

Menurut Vuthy, banyak hal dipelajari selama bertemu Risma di Surabaya. Terutama dalam hal penerapan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan, termasuk pertanian urban, pembangunan jalur hijau, pengelolaan sampah, dan rumah kompos yang sudah dijadikan tenaga pembangkit listrik.

“Sebetulnya beberapa sudah diterapkan di sana, tapi yang perlu ditingkatkan adalah sosialisasi kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan bisa bisa didaur ulang seperti di Surabaya,” ujar dia..

Menurutnya, yang paling menarik dan inovatif, terkait sampah botol plastik yang bisa dijadikan untuk membayar bus yang diterapkan Suroboyo Bus. Dia pun mengaku sangat kagum dengan inovasi ini. “Ini sangat inovatif, sebelumnya saya tidak pernah mendengar semacam ini,” kata dia.

Hasil pertemuan ini menurutnya akan didiskusikan dengan perwakilan dari Kemendagri Kamboja dan beberapa kota yang ikut untuk bisa bekerja sama dengan Kota Surabaya. Dia pun akan merumuskan dulu persisnya bidang apa yang perlu dikerjasamakan dengan Surabaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement