REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dukungan partai politik untuk pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden belum tentu berimbas pada elektabilitas partai politik. Karena itu, Pilpres yang waktunya bersamaan dengan pemilu anggota legislatif, 17 April 2019, bisa menjadi indikator untuk menguji tingkat elektabilitas caleg dari parpol pengusung.
Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono perilaku pemilih itu dinamis dan sangat kompleks. “Jadi, masih menjadi dugaan sementara apakah pilihan terhadap presiden dan anggota legislatif berbanding lurus atau tidak," kata Teguh Yuwono di Semarang, Ahad (12/8).
Menurut Teguh, agak sulit memprediksi apakah Prabowo yang juga ketua umum DPP Partai Gerindra dan Sandiaga (mantan wakil ketua Dewan Pembina Partai Gerindra) bakal menambah suara caleg dari partai tersebut. Dengan demikian, katanya lagi, belum tentu Partai Gerindra menggeser posisi Partai Golkar yang meraih kursi DPR RI terbanyak kedua setelah PDIP.
Teguh mengatakan jaringan Partai Golkar di luar Pulau Jawa jauh lebih kuat. "Tentu tidak mudah mengalahkan Partai Golkar karena banyak faktor yang menentukan perolehan suara, apalagi Pilpres lebih didominasi media," kata Teguh.
Baca Juga: Golkar Optimistis Capai Target Pileg 2019
Ia menegaskan Pilpres lebih pada komunikasi politik, lebih elitis, dan mengudara daripada pemilu anggota legislatif. Kalau pemilu anggota legislatif yang signifikan figur, jaringan, dan sumber daya.
Tanpa tiga ini, menurut Teguh, kemungkinan besar tidak akan menang di daerah pemilihannya masing-masing. Dengan demikian, seberapa besar pengaruh Pilpres terhadap perolehan suara parpol pada Pemilu, lanjut dia, perlu dibuktikan.
"Meski di atas kertas berpengaruh, apa signifikan? Itu concern-nya," kata Teguh yang juga alumnus Flinders University Australia itu.
Pada Pemilu 2014, PDIP meraih sebanyak 109 kursi atau 19,4 persen kursi DPR, Partai Golkar 91 kursi (16,2 persen), Partai Gerindra 73 kursi (13 persen), dan Partai Demokrat 61 kursi (10,9 persen). Urutan berikutnya, Partai Amanat Nasional 48 kursi (8,6 persen), Partai Kebangkitan Bangsa 47 kursi (8,4 persen), Partai Keadilan Sejahtera 40 kursi (7,1 persen), Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi (7 persen), Partai NasDem 36 kursi (6,4 persen), dan Partai Hanura 16 kursi (2,9 persen).