REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPU digugat Rp 70,5 triliun buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia capres-cawapres. Wakil Ketua Komisi II, Yanuar Prihatin mengatakan, KPU pada 19-25 Oktober 2023 itu baru menjalankan tahapan pendaftaran.
Artinya, saat pendaftaran yang dicek tentu saja kelengkapan berkas, bukan sah atau tidak berkas yang diajukan. Sebab, untuk menyatakan mereka yang mendaftar itu sah atau tidak ada tahapan lainnya lagi.
"Saat pendaftaran yang dicek kelengkapan berkas, bukan sah atau tidaknya berkas yang diajukan, sah atau tidak itu ada waktunya," kata Yanuar, Kamis (2/11/2023).
Ia menekankan, itu merupakan keterangan langsung yang disampaikan Ketua KPU saat rapat di Komisi II DPR RI kemarin. Yanuar menekankan, pada saat tahapan pendaftaran itu memang siapa saja dibolehkan mendaftarkan diri.
Tapi, untuk sah atau tidak sah pendaftaran pasangan capres-cawapres akan dilakukan KPU pada tahapan verifikasi. Sebab, ia mengingatkan, nantinya berkas-berkas dari mereka yang mendaftar akan dilakukan verifikasi.
Termasuk, lanjut Yanuar, syarat-syarat administrasi kesehatan dan lain-lain. Ia menegaskan, sampai saat ini KPU belum memberikan keputusan final apakah pasangan-pasangan ini memenuhi syarat-syarat untuk daftar.
Hal itu karena memang belum waktunya KPU mengumumkan apakah pasangan capres-cawapres yang mendaftar itu layak atau memenuhi syarat. Sebab, Yanuar mengingatkan, 19-25 Oktober itu pendaftaran, bukan verifikasi.
"Tapi, memenuhi syarat atau tidak, setelah diverifikasi baru terlihat," ujar Yanuar.
Sebelumnya, keputusan KPU untuk menerima pendaftaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menuai polemik. KPU digugat RP 70,5 triliun karena diduga melakukan pelanggaran atau perbuatan melawan hukum.
Pasalnya, pendaftaran Prabowo-Gibran diterima KPU tanpa melakukan revisi terlebih dulu atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017. Yang mana, untuk bisa mendaftar capres-cawapres minimal harus sudah berusia 40 tahun.