Sabtu 11 Aug 2018 13:48 WIB

BNPB Perpanjang Masa Tanggap Darurat Gempa Lombok

Penanganan korban gempa masih butuh waktu karena gempa susulan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Korban bencana gempa bumi lombok bersiap menunaikan ibadah salat di jumat di pengungsian, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Jumat (10/8).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Korban bencana gempa bumi lombok bersiap menunaikan ibadah salat di jumat di pengungsian, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Jumat (10/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) memperpanjang 14 hari masa tanggap darurat pascagempa berkekuatan 7 SR yang mengguncang daerah tersebut dan Pulau Bali beberapa waktu lalu. Masa tanggap darurat yang sedianya berakhir pada 11 Agustus 2018 telah diperpanjang 14 hari menjadi 25 Agustus 2018. Alasannya, pemerintah bersama tim SAR gabungan masih mengintensifkan penanganan darurat.

“Kondisi di lapangan masih banyak permasalahan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis pada wartawan, Sabtu (11/8).

Ia menjabarkan banyak hal yang masih butuh penanganan, seperti masih adanya korban yang harus dievakuasi, pengungsi yang belum tertangani dengan baik, gempa susulan yang masih terus berlangsung, bahkan gempa yang merusak dan menimbulkan korban jiwa. Ia mengatakan, adanya penetapan masa tanggap darurat dapat mempermudah akses pengerahan personil, penggunaan sumber daya, penggunaan anggaran, pengadaan barang logistik dan peralatan, dan administrasi. Sehingga penanganan dampak bencana menjadi lebih cepat.

Jumlah korban gempa bumi terus bertambah. Berdasarkan data BNPB hingga Sabtu (11/8), tercatat 387 orang meninggal dunia dengan sebaran, 334 jiwa di Kabupaten Lombok Utara, 30 jiwa di Lombok Barat, 10 jiwa di Lombok Timur, sembilan orang di Kota Mataram, dua jiwa di Lombok Tengah, dan dua jiwa di Kota Denpasar.

Sutopo mengatakan BNPB memperkirakan jumlah korban meninggal terus bertambah. Sebab, masih ada korban yang diduga tertimbun longsor dan bangunan roboh, dan adanya korban meninggal yang belum didata dan dilaporkan ke posko. Contohnya, di Kabupaten Lombok Timur dilaporkan 11 orang meninggal dunia. Namun, setelah verifikasi ternyata terjadi pencatatan ganda.

Sementara itu, sebanyak 13.688 orang mengalami luka-luka. Pengungsi tercatat sebanyak 387.067 jiwa tersebar di ribuan titik, perinciannya, 198.846 orang di Kabupaten Lombok Utara, 20.343 orang di Kota Mataram, 91.372 orang di Lombok Barat, dan 76.506 orang di Lombok Timur.

Angka pengungsi terus berubah-ubah karena banyak dari mereka memilih kembali ke rumah atau ke kebun pada siang hari. Selain itu, saat ini belum semua titik pengungsi terdata.

Sedangkan kerusakan fisik masih sama jumlahnya, yaitu 67.875 unit rumah rusak, 468 sekolah rusak, enam jembatan rusak, tiga rumah sakit rusak, 10 puskesmas rusak, 15 masjid rusak, 50 unit mushola rusak, dan 20 unit perkantoran rusak. Namun, angka tersebut adalah jumlah sementara. Pendataan dan verifikasi masih dilakukan petugas.

“Pendataan dan verifikasi rumah diprioritaskan agar terdata jumlah kerusakan rumah dengan nama pemilik dan alamat,” ujar dia.

Pendataan rumah rusak bertujuan untuk mempermudah pemberian stimulus bantuan. Data akan diserahkan pada pemerintah daerah untuk mendapat surat keputusan (SK) bupati/ wali kota, kemudian diserahkan pada BNPB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement