REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan resort di Taman Nasional Komodo (TNK) telah mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pembangunan ini dipastikan tetap menjaga kondisi alam di wisata alam Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno mengatakan, bangunannya bukan bangunan beton layaknya gedung di kota besar melainkan dari kayu. Bahkan kayu maupun bambu ini didatangkan dari Bajawa, NTT.
"Jadi Eco Lodge," katanya, Kamis (9/8).
Pembangunan dan pengembangan rencana pengelolaan ini juga tidak boleh mengganggu lintasan Komodo dan sarang Komodo. Ia menjelaskan, dalam pengembangan wisata alam di taman nasional tentu diperlukan bangunan sarana dan prasarana untuk mendukung kunjungan wisatawan, seperti toilet, tempat makan dan lain-lain. Untuk itu, pengembangan pariwisata alam diperbolehkan namun terbatas hanya di zona pemanfaatan dan harus melibatkan masyarakat sekitar.
TN Komodo seluas 173.300 hektare terdiri dari zona inti seluas 34.311 hektare, zona rimba seluas 22.187 hektare, zona perlindungan bahari (36.308 hektare), zona khusus pelagis (59.601 hektare, zona khusus permukiman (298 hektare), zona pemanfaatan tradisional daratan (879 hektare), zona pemanfaatan tradisional bahari (17.308 hektare), zona pemanfaatan wisata daratan (824 hektare) dan zona pemanfaatan wisata bahari seluas 1.584 hektare.
Wiratno menegaskan bahwa tidak ada privatisasi dalam pembangunan wisata alam di Taman Nasional Komodo. Yang ada adalah pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Sarana Wisata Alam (IUPSWA), dimana ada hak dan kewajiban serta sanksi apabila ada pelanggaran dari pemegang izin.
Pembangunan sarana wisata
Pada saat ini di TNK terdapat dua izin pengusahaan pariwisata alam yaitu PT Segara Komodo Lestari (SKL) di Pulau Rinca dan PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Areal usaha kedua izin ini berada di ruang usaha pada zona pemanfaatan.
Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) di TNK miliki PT SKL berada di Pulau Rinca dan PT KWE di Pulau Komodo dan Pulau Padar. PT SKL diberikan IUPSWA di Pulau Rinca akhir 2015 lalu, seluas 22,1 hektare atau 0,1 persen dari luas Pulau Rinca 20.721,09 hektare. Sementara yang diizinkan untuk pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) maksimal 10 persen dari luas izin yang diberikan atau hanya seluas 2,21 hektare.
PT KWE mendapat IUPSWA di Pulau Komodo dan Pulau Padar pada September 2014, seluas 426,07 hektare, terdiri atas 274,13 hektare atau 19,6 persen dari luas Pulau Padar yang mencapai 1.400,4 hektare dan 151,94 hektare atau 0,5 persen dari luas Pulau Komodo (32.169,2 hektare). Sarpras yang dapat dibangun sekitar 42,6 hektare.
Dengan jumlah Pengunjung TNK saat ini yang mencapai 120 ribu orang per tahun atau sekitar 10 ribu orang per bulan, mereka perlu mendapatkan keamanan, kenyamanan dan kepuasan saat berwisata yang perlu didukung sarana dan prasana.
"Kunjungan wisata tersebut berkontribusi menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 29 miliar rupiah per tahun," kata Wiratno.
Wiratno menegaskan, kedua izin ini berada di ruang usaha pada Zona Pemanfaatan. Prosedur penerbitan izin kedua perusahaan tersebut juga sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Pada saat ini kedua perusahaan tersebut masih dalam proses pembangunan konstruksi, dengan terus dimonitor oleh KLHK," kata dia.