REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid mengatakan, jumlah korban meninggal dunia di Lombok Barat akibat dampak gempa berkekuatan tujuh skala richter (SR) pada Ahad (5/8) malam, terus mengalami peningkatan. Penyebab korban meninggal rata-rata karena tertimpa reruntuhan.
"Sampai dengan hari ini (Selasa), korban jiwa bertambah menjadi 23 orang," ujar Fauzan setelah rapat koordinasi tanggap darurat bencana di Posko Utama Kantor Camat Lingsar, Selasa (7/8) malam.
Data terbaru yang dihimpun Pemkab Lombok Barat pada Rabu (8/8) pukul 21.00 Wita, jumlah korban bertambah menjadi 26 orang.
Fauzan merinci data nama-nama korban, antara lain H. Husain, Hj. Hamida, Apriana, Inak Knim, Inak Slimin, Inak Rembek, Inak Enah, M. Khudori, dan dua balita di Kecamatan Batulayar; Hasanah, Zaini, M Faqitah Fahmi, H. Sinarah, Rizki dan satu balita di Kecamatan Gunungsari; Irti dan Inarti di Kecamatan Lingsar; dan Alimah, Inaq Sainah, dan Nengah Suarta di Kecamatan Narmada, Gerung, dan Lembar. Sisa tiga korban terbaru belum termasuk di dalamnya.
"Keseluruhan korban telah dikebumikan sanak familinya. Rata-rata meninggal karena tertimpa bangunan saat berupaya menyelamatkan diri dari bencana paling menakutkan itu," lanjutnya.
Fauzan menilai, bertambahnya jumlah korban jiwa seakan menambah muram kondisi pascagempa, mengingat ribuan rumah dan ratusan bangunan fasilitas umum hancur di Kecamatan Batulayar, Gunung Sari, Lingsar, dan Narmada. "Kondisi tersebut telah membuat puluhan ribu jiwa penduduknya terjerembab seperti menjadi tunawisma. Mereka mengungsi di tenda darurat nan seadanya tanpa makanan, alas tidur hangat, selimut, bahkan untuk makan sehari-hari pun mereka sudah tidak berdaya," kata dia.
Fauzan melanjutkan, memasuki hari kedua pascagempa, panas siang hari berbanding terbalik dengan dingin malam hari telah mulai mengakibatkan fisik para korban melemah. Banyak pengungsi sudah menderita sakit, terutama para bayi dan lansia.
Kondisi tersebut membuat Dinas Kesehatan Lobar segera mengambil tindakan dengan menyiapkan pusat pelayanan statis di Puskesmas dan pelayanan mobile. "Kendala kita saat ini bukan pada pelayanan statis yang sudah kita tangani melalui puskesmas, namun yang mobile. Kita memiliki tenaga medis dan para medis yang terbatas," kata Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat Rahman Sahnan Putra.
Ia menyarankan kepada seluruh relawan dan simpatisan agar langsung bergerak melakukan pelayanan di kantong-kantong pengungsi. "Kita sudah dibantu oleh Rumah Zakat, UNS Solo, dan Fakuktas Kedokteran Universitas Mataram," kata Rahman.
Banyaknya penyebaran lokasi pengungsi, diakui Rahman sebagai kesulitan terbesar dalam melakukan tanggap darurat. "Bayangkan, setidaknya untuk Kecamatan Batulayar saja, paling sedikit 46 ribuan jiwa warganya lebih memilih tinggal di 447 titik pengungsian," katanya menambahkan.