REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia kemaritiman tengah berduka. Tidak cukup ratusan nyawa melayang akibat tenggelamnya penumpang di perairan Danau Toba, kini puluhan nyawa kembali melayang di perairan Selayar Bulukumba Sulawesi Selatan.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim mengatakan banyak faktor yang menyebabkan tragedi-tragedi tenggelamnya kapal di perairan Indonesia kembali terjadi. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan adanya kelalaian atau pengabaian dari pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan.
"Pertama indikator yang paling jelas adalah tidak ada manifes penumpang yang berada di dalam kapal, baik untuk kasus Danau Toba maupun perairan Selayar," kata Halim pada Republika.co.id, Rabu (4/7).
Baca: Kapal Lestari Jadi 34 Orang" href="https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/07/04/pbc62d370-korban-tewas-kapal-lestari-jadi-34-orang" target="_blank" rel="noopener">Korban Tewas Kapal Lestari Jadi 34 Orang
Kedua menurut Halim, karena tidak dilakukan pengecekan terhadap armada yang digunakan. Apakah Armada layak jalan atau tidak sehingga kemudian mengakibatkan terjadinya kecelakaan laut.
Ketiga lanjut Hakim, harusnya Syahbandar memantau cuaca melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai acuan. Sehingga ketika cuaca laut sedangkan tidak bersahabat atau buruk maka pelayaran dapat ditahan sementara waktu sampai kondisi benar-benar aman untuk berlayar.
"Harusnya kan bisa dicegah untuk tidak melakukan pelayaran karena tingginya ombak tapi faktanya justru bisa belayar kapal ke Danau Toba maupun ke perairan Bira (Selayar) ini," ungkapnya.
Belum lagi tambah Halim kondisi fisik kapal Motor Lestari Maju yang juga perlu diperhatikan. Jika kapal sudah tidak laik jalan atau sudah tua harusnya tidak lagi bisa beroperasi.
"Dari info yang saya dapat kapal sudah berusia tua, tidak memungkinkan mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar apalagi kemudian ada faktor kelalaian yang berakibat hilangnya korban jiwa," terang dia.