Jumat 08 Jun 2018 18:35 WIB

Penundaan Pengundangan PKPU Dinilai Rugikan Caleg dan Parpol

Perludem mengatakan parpol memerlukan kepastian hukum terkait pengajuan caleg.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Eksekutif Perludem
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Eksekutif Perludem

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) seharusnya tidak menunda pengundangan draf PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan bagi mantan narapidana korupsi. Partai politik (parpol) memerlukan kepastian hukum terkait aturan dan syarat pencalonan caleg tersebut.

"Mestinya tidak ditunda-tunda karena para caleg dan juga parpol memerlukan kepastian hukum soal ini. Semakin lama maka semakin merugikan caleg maupun parpol peserta pemilu," ujar Titi ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (8/6).

Titi mengungkapkan, saat ini para bakal caleg dan parpol mulai khawatir dengan kondisi belum ditetapkannya aturan pencalonan caleg ini. "Dalam interaksi saya, sudah mulai muncul kegelisahan dari (bakal ) caleg dan aktivis parpol," ujarnya.

Karena itu, draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebaiknya harus cepat diundangkan. Titi mengingkatkan tahapan pendaftaran caleg sudah sangat dekat. "Pada 4 Juli nanti, parpol harus sudah menyerahkan daftar bakal caleg," ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan jika Kemenkumham tidak berhak menolak untuk mengundangkan draf PKPU. Argumen Kemenkumham terkait berlakunya Permenkumham Nomor 31 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaga Negara Republik Indonesia, menurutnya kurang tepat.

"Sebab, pasal-pasal dalam aturan itu hanya bersifat administratif. Tidak ada satupun pasal yang menyebutkan secara eksplisit jika Kemenkumham boleh menolak untuk mengundangkan setelah klarisifikasi (terhadap draf PKPU) dilakukan," tegasnya.

Terpisah, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana, mengatakan proses terhadap draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sedang berlangsung. Hingga saat ini, proses itu belum selesai.

"Berproses dulu, nanti jika telah selesai, akan kami sampaikan," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat.

Sebelumnya, Widodo mengungkapkan jika Kemenkumham bisa mengembalikan pengajuan pengundangan draf PKPU pencalonan caleg yang telah diserahkan oleh KPU. Usulan tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi dalam draf PKPU itu juga bisa ditolak jika tidak sesuai dengan undang-undang.

"Iya kami bisa mengembalikan (draf) agar diselaraskan. Tujuannya, supaya tidak ada peraturan yang bertentangan dengan konstitusi, undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi," ujar Widodo pada Selasa (5/6).

Kewenangan ini, lanjut dia, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 31 Tahun 2017.Pada pasal 6 dan 7 aturan tersebut, Kemenkum-HAM dinyatakan berhak memeriksa kelengkapan berkas usulan peraturan. Selain itu, pada pasal 9 ayat (3), Kemenkumham juga berwenang memeriksa substansi aturan yang diajukan tersebut. Pemeriksaan itu dilakukan dengan meneliti lampiran analisis kesesuaian antara aturan yang diajukan untuk diundangkan dengan peraturan yang setingkat, aturan yang lebih tinggi, dan/atau putusan pengadilan.

Menurut Widodo, kesesuaian terhadap putusan MK juga diperhatikan. Selanjutnya, Kemenkumham akan meminta klarifikasi dari pimpinan instansi terkait yang mengajukan aturan, jika terjadi permasalahan dengan aturan itu. Pandangan dari instansi terkait, dan masukan ahli juga bisa dilakukan oleh Kemenkum-HAM dalam rangka sinkronisasi.

Jika dinilai tidak ada masalah, peraturan itu bisa segera diundangkan. Sebaliknya, jika ada permasalahan, Kemenkumham akan mengembalikan draf peraturan yang ingin diundangkan untuk direvisi, sebagaimana diatur dalam pasal 11.

Sebagaimana diketahui, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h) PKPUPencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkumham. Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement