Jumat 08 Jun 2018 16:27 WIB

KPU: Larangan Eks Koruptor Nyaleg tak Bisa Sekadar Deklarasi

KPU menegaskan pihaknya membutuhkan landasan hukum untuk melarang eks koruptor nyaleg

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Ketua KPU Arief Budiman
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) harus memiliki landasan hukum. Menurut Arief, semua pihak bisa melakukan tindakan alternatif untuk mencegah mantan koruptor menjadi caleg, tetapi KPU tetap harus memiliki landasan hukumnya.

"Untuk membuat sebuah tindakan berkekuatan hukum itu kan harus ada dasar hukumnya. Maksud saya mau melarang mantan napi korupsi (menjadi caleg) itu harus ada landasan hukum. Tidak bisa hanya sekedar deklarasi," ujarnya kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/6).

Arief melanjutkan, sebagai penyelenggara pemilu, KPU harus memiliki regulasi yang nantinya bisa menjadi dasar hukum larangan ini. Sementara itu, bagi pihak-pihak lain yang memiliki ide serupa bisa melakukannya dengan membuat deklarasi. "Mendeklarasikan (mengumumkan) caleg mantan napi korupsi adalah ide bagus. Pemerintah, DPR dan parpol bisa menginisiasi hal ini. Tetapi tetap, peraturannya (landasan hukum) harus ada," katanya.

Penegasan Arief ini sekaligus menjawab pernyataan Menteri Hukum dan HAM , Yasonna H Laoly, yang sebelumnya menyatakan parpol dan KPU sebaiknya mendeklarasikan agar tidak mencalonkan caleg mantan narapidana kasus korupsi. Yasonna juga meminta agar parpol membuat daftar caleg dan status caleg agar bisa meyakinkan masyarakat.

Baca juga: Pengamat: Aturan KPU Sudah Tepat Namun Prosedurnya Salah

Sebelumnya, Arief, menyatakan draf PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi perlu cepat diundangkan. Arief menyatakan telah bertemu dengan Menkumham Yasonna H Laoly dan menjelaskan penyerahan draf aturan tersebut.

"Kita butuh cepat (diundangkan). Sebab kurang dari satu bulan lagi pendaftaran caleg," ujar Arief kepada wartawan saat dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).

Pendaftaran caleg DPRD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dimulai pada 4 Juli. Akhir dari masa pendaftaran ini dijadwalkan pada 17 Juli mendatang. Arief mengatakan sudah bertemu dengan Menkumham dalam satu kesempatan acara, baru-baru ini. Pada saat itu, dia menyampaikan jika draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota telah diserahkan ke Kemenkumham.

"Saya katakan, 'Pak Menteri, saya mau melaporkan,saya sudah ketemu dengan Direktur Perundang-undangan, saya sudah diskusikan semua, argumentasi KPU juga sudah kami sampaikan semua. Kemudian beliau menyatakan 'Ya nanti kita lihat', " ucapnya.

Sebagaimana diketahui, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h)PKPU Pencalonan Anggota DPR,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkumham. Aturan itu berbunyi "Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi".

Baca juga: Mendagri-Menkumham Kompak Tolak PKPU Soal Mantan Koruptor

Sedangkan, Mendagri Tjahjo Kumolo menilai, yang berwenang untuk mencabut hak politik seseorang adalah ketentuan undang-undang dan putusan pengadilan. Tanpa dua hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat mengatur ketentuan yang melarang mantan narapidana korupsi sebagai calon anggota legislatif.

Karena itu, ia juga mendukung sikap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly yang menolak menandatangani PKPU terkait pencalonan yang memuat larangan mantan narapidana korupsi nyaleg.

"Posisi saya pemerintah ya sama dengan dengan Pak Menkumham. Pertimbangan Menkumham dasar melarangnya ya harus di dua itu, tidak bisa ada aturan lain, termasuk hal-hal yang lain walaupun semangatnya sama intinya," ujar Mendagri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6).

Menurutnya, jangan sampai aturan yang disetujui itu bertentangan dengan undang- undang. Karena itu, PKPU yang dibuat KPU juga semestinya tidak menabrak UU. Mengenai usulan sebagian pihak agar diuji saja di Mahkamah Agung jika PKPU itu disahkan, Tjahjo mempersilahkannya. Namun, ia tetap menilai PKPU tersebut perlu diundangkan terlebih dahulu oleh Menkumham, bukan hanya ditandatangani oleh KPU.

"Versi KPU kalau sudah diteken oleh KPU sah. Silakan itu hak KPU. Karena KPU sebagaimana keputusan MK kan mandiri. Tetapi pandangan Menkumham saya ikut. Dia kan lebih tahu," ujar Tjahjo.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan tidak akan menandatangani draf peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk pileg 2019. Yasonna beralasan, substansi yang dalam PKPU tersebut bertentangan dengan undang-undang.

"Jadi, nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU, itu saja," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

Baca juga: Menkumham tak Mau Teken PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement