Selasa 05 Jun 2018 07:43 WIB

KPU: Belum Pernah Terjadi Kemenkumham Tunda Pengesahan PKPU

Belum pernah terjadi pengesahan PKPU ditunda karena Kemenkumham tak sepakat.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, selama ini belum pernah terjadi penundaan pengesahan draf Peraturan KPU (PKPU) oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). KPU secara resmi sudah menyerahkan draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada Kemenkumham pada Senin (4/6) sore kemarin.

"Sepengetahuan saya selama hampir 20 tahun menjadi anggota KPU, belum pernah ada PKPU yang pengesahannya tertunda gara-gara sikap Kemenkumham yang tidak sependapat dengan norma-norma yang ada dalam (draf) PKPU," ujarnya.

Wahyu menjelaskan, secara substansi draf PKPU soal pencalonan caleg itu sudah ditandatangani oleh Ketua KPU berdasarkan hasil rapat pleno. Setelah diserahkan kepada Kemenkumham, draf PKPU hanya tinggal diundangkan. "Jadi, pemerintah tidak dalam posisi menolak atau tidak menolak. Namun, kami tetap akan mengomunikasikan dengan pemerintah sebagai mitra kerja kami," katanya.

Wahyu melanjutkan, KPU juga sudah mempersiapkan diri untuk mematangkan argumentasi mengenai landasan dimasukkannya larangan caleg dari mantan narapidana korupsi dalam draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Ini dilakukan sebagai persiapan jika ada pihak-pihak yang nantinya mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

"Kami sudah mulai berdiskusi dengan akademisi, kelompok pemerhati pemilu, ahli hukum pidana, ahli hukum tata negara untuk membangun landasan yang kokoh soal norma yang ada dalam draf PKPU itu, " ujarnya lagi.

Berdasarkan revisi terakhir draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkumham, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h). Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Sementara itu, pada draf sebelumnya, aturan ini tertuang dalam pasal 7 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Peraturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPRd, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahyana, sebelumnya mengatakan, ada sejumlah mekanisme yang harus dilakukan KPU saat mengajukan draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk disahkan. Jika draf PKPU itu bertentangan dengan peraturan di atasnya, Kemenkumham bisa menolak pengesahan itu.

Menurut Widodo, pengesahan draf PKPU menjadi PKPU tidak sakedar diberi nomor. Ada mekanisme dan ketentuan agar draf PKPU itu bisa disahkan. "Pihak yang mengajukan peraturan, dalam hal ini KPU, harus membuat pernyataan yang isinya hasil telaah mereka terhadap aturan yang diajukan. Pernyataan tertulis tersebut antara lain menjelaskan dua hal," ujar Widodo ketika dihubungi Republika, Ahad (3/6).

Pertama, aturan yang diajukan oleh KPU dipastikan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kedua, aturan yang diajukan untuk disahkan itu juga tidak boleh bertentangan dengan putusan pengadilan, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan demikian, Widodo membenarkan jika proses pengesahan draf PKPU yang memuat aturan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg itu membutuhkan waktu. "Tidak bisa sehari-dua hari (pengesahannya)," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement