Jumat 25 May 2018 09:49 WIB

Alasan SBY dan Demokrat tak Gencar Mengkritik Kenaikan BBM

SBY mengenang saat menjadi presiden kerap didemo setiap menaikkan harga BBM.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Muhammad Hafil
Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, ilustrasi
Foto: Pandega/Republika
Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, sebagai mantan presiden dan pimpinan Partai Demokrat, dia tidak mau melontarkan kritik membabi buta kepada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) setiap kali ada kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik. SBY menyebut, ia sangat memahami posisi pemerintah yang terpaksa menaikkan BBM dan listrik demi keseimbangan kondisi fiskal dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

SBY mengingat saat dirinya masih memegang kendali pemerintahan, dia selalu mendapatkan reaksi dengan demo besar-besaran setiap kali ada kebijakan menaikkan harga BBM. "Saya amat mengerti jika harga BBM dinaikkan agar fiskal/APBN kita tidak jebol. Tak perlu unjuk rasa besar-besaran seperti di era saya dulu," kata SBY melalui cicitan berseri di akun sosial media Twitter-nya, Kamis (24/5).

Selain dihadapkan dengan aksi mahasiswa dan massa, SBY menyebut dahulu pemerintahannya juga menjadi sasaran kritik yang bertubi-tubi dari politisi oposisi dan juga kalangan pengamat yang menyebut kebijakannya tidak pro rakyat. "Partai Demokrat tak perlu menentang secara membabi buta, seperti sejumlah parpol dan pengamat dulu karena pemerintah pasti terpaksa," ujar SBY.

Cicitan SBY ini berhubungan dengan momentum kebijakan pemerintahan Jokowi untuk THR dan gaji ke-13 kepada ASN, Polri, TNI, dan para pensiunan. SBY menyarankan Jokowi juga memikirkan cara untuk memberikan bantuan kepada rakyat miskin dan kurang mampu, terutama pada Ramadhan ini. SBY melihat daya beli masyarakat yang lemah membuat roda perekonomian di bawah juga menjadi lesu.

Selain kepada pemerintah, SBY juga mengimbau kepada orang-orang kaya dan mampu untuk turut memberikan sumbangan kepada rakyat miskin. "Di samping pemerintah, sangat mulia jika kaum kaya dan mampu berikan bantuan kepada fakir miskin dan kaum dhuafa di bulan Ramadhan ini," ujar SBY.

Seperti diketahui, harga bensin RON 90 Pertamina alias Pertalite naik Rp 200 per liter mulai 24 Maret 2018. Harga Pertalite di wilayah DKI Jakarta menjadi Rp 7.800 per liter dari sebelumnya Rp 7.600 per liter. Kenaikan harga ini membuat selisih harga antara Pertalite dan Premium makin lebar. Kini, Pertalite lebih mahal Rp 1.250 per liter daripada Premium yang harganya Rp 6.550 per liter di wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Sebelumnya, pada 19 Januari 2018 lalu harga Pertalite naik Rp 100 per liter dari Rp 7.500 per liter menjadi Rp 7.600 per liter di wilayah DKI Jakarta.  Sementara itu, harga Pertamax, Pertamina Dex, dan Dexlite belum mengalami perubahan setelah naik pada 24 Februari 2018 lalu. Di wilayah DKI Jakarta, Pertamax tetap Rp 8.900 per liter, Pertamina Dex Rp 10 ribu per liter, dan Dexlite Rp 8.100 per liter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement