Jumat 18 May 2018 03:47 WIB

Koopssusgab Dihidupkan, Koopssusgab Ditolak

Penuntasan revisi UU Antiterorisme dinilai lebih mendesak.

Ilustrasi Terorisme
Foto: Antara/Risky Maulana
Tim Densus 88 melakukan penjagaan saat penggeledahan usai penangkapan terduga teroris di Jemaras, Klangenan, Kab. Cirebon, Jawa Barat, Kamis (17/5).

Dia menuturkan, pemerintah harus mengkaji dengan saksama dalam hubungannya dengan UU TNI dan UU Kepolisian. Karena, bisa jadi kedua lembaga kemananan negara tersebut nantinya justru tumpang-tindih.

Harus ada mekanisme yang jelas supaya tidak menimbulkan polemik. Masalah keamanan, termasuk pemberantasan terorisme, merupakan tugas Polri, sedangkan pelibatan TNI bersifat khusus dan perbantuan.

"Karena itu harus ada pembatasan wilayah perbantuan dan waktu yang tertentu. Sifatnya bisa ad-hoc dan merupakan gabungan TNI-Polri," kata Mu'ti.

Bisa jadi teror

Ketua Setara Institute Hendardi juga meminta ada pembatasan kerangka kerja Koopsusgab TNI. “Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopssusgab dikhawatirkan menjadi teror baru bagi warga negara,” kata Hendardi dalam keterangannya, kemarin.

Hendardi khawatir dengan pola kerja operasi tentara yang represif, kejadian masa lalu akan berulang. Bahkan, menurut dia, cara itu rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019.

Ia menganggap, secara prinsipiel pengaktifan kembali Koopsusgab TNI dapat diterima sepanjang patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam pasal tersebut menegaskan, pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan usaha terakhir pada skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka sistem peradilan pidana terintegrasi.

Menurut dia, setiap pihak harus menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah Presiden Jokowi ihwal pelibatan TNI memberantas terorisme di Tanah Air. Tujuannya, agar tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan. “Perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri,” ujar dia.

Ia menekankan, pendekatan nonjudicial dalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal dan berkelanjutan, melainkan juga dipastikan gagal mengikis ideologi teror yang pola perkembangannya sangat berbeda dengan masa lalu.

(umi nur fadhilah/muhyiddin)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement