REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang tahun 2018, Polri menangkap 396 terduga teroris di berbagai daerah. Namun, dari ratusan yang ditangkap itu, baru 12 di antaranya memasuki sidang vonis.
Dalam paparan akhir tahun 2018 yang disampaikan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kamis (29/12), dari 396 terduga teroris yang ditangkap, sebanyak 141 di antaranya diproses ke sidang. Sedangkan sebanyak 204 terduga teroris masih belum diproses ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), alias masih penyidikan.
Sementara itu terdapat 25 orang tewas dalam aktivitas pemberantasan terorisme. Adapun yang melakukan tindakan bom bunuh diri sebanyak 13 orang. Sedangkan yang meninggal karena sakit adalah 1 orang.
Banyaknya jumlah tangkapan di tahun 2018 sendiri diakui Tito tak lepas dari insiden Bom Surabaya pada Mei lalu. Bom yang meledak xi sejumlah gereja dan menewaskan puluhan orang itu mengakselerasi pengesahan UU nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Bom Surabaya ini blessing in disguise (berkah tersembunyi)," ujar Tito dalam paparan tersebut.
Tito mengakui, berkat bom Surabaya, Polri menjadi semakin 'kuat' dalam membekuk para terduga teror. Dalam UU nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, siapa saja yang terkait dengan organisasi terorisme bisa langsung ditangkap, tanpa menunggu adanya aksi teror terjadi.
"Jadi ini bagus, polri bisa bergerak lebih awal," ucap Tito Karnavian.
Terlebih lagi, kata Tito, polisi sudah mengidentifikasi organisasi-organisasi yang dianggap radikal. Pergerakan Polri pun diperkuat dengan Satgas Antiteror di polda-polda. Sehingga, penangkapan orang yang disebut terduga teroris semakin masif.
"Ini jadi lebih mudah untuk melakukan tindakan tindakan," ujar jenderal bintang empat itu.