Selasa 15 May 2018 11:30 WIB

Alotnya UU Antiterorisme dan Ultimatum Presiden

Sejumlah fraksi ingin definisi terorisme menyertakan motif politik dan ideologogi

Sejumlah Masyarakat dari berbagai suku dan agama dalam acara doa bersama di halaman depan mabes polri, Jakarta, Kamis (10/5) malam. Acara ini bertujuan untuk memanjatkan doa untuk para korban meninggal dalam kasus kerusuhan di Mako Brimob dan juga sebagai bentuk dukungan terhadap kepolisian dalam memberantas terorisme di Indonesia.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sejumlah Masyarakat dari berbagai suku dan agama dalam acara doa bersama di halaman depan mabes polri, Jakarta, Kamis (10/5) malam. Acara ini bertujuan untuk memanjatkan doa untuk para korban meninggal dalam kasus kerusuhan di Mako Brimob dan juga sebagai bentuk dukungan terhadap kepolisian dalam memberantas terorisme di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Dessy Suciati Saputri, Ronggo Astungkoro

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengultimatum akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait tindak pidana terorisme. Perppu disebutnya akan dikeluarkan jika hingga akhir masa sidang DPR pada Juni nanti belum juga merampungkan revisi UU Antiterorisme tersebut.

"Kalau nantinya di bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan perppu," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (14/5).

Karena itu, Presiden mendesak DPR dan kementerian terkait segera merampungkan Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) pada masa sidang berikutnya, yakni 18 Mei mendatang.

Menurut Jokowi, terhitung sudah dua tahun sejak pemerintah mengajukan revisi UU Antiterorisme tersebut menyusul insiden serangan di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Namun, hingga kini pembahasan belum selesai. Jokowi menekankan, revisi UU Antiterorisme ini sangat diperlukan sebagai payung hukum bagi aparat kepolisian untuk menindak tegas dan melakukan pencegahan tindakan terorisme.

Seperti diketahui, serangan teroris kembali terjadi dalam sepekan terakhir ini. Pada Ahad (13/5), tiga gereja menjadi target serangan bom. Ledakan bom juga terjadi di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, pada Ahad (13/5) malam, dan di Mapolresta Surabaya, Senin (14/5) pagi.

Desakan penuntasan revisi UU Antiteror ini kembali mengemuka selepas peristiwa-peristiwa tersebut. Selain dari pemerintah, sejumlah elemen masyarakat dan ormas serta para warganet nyaris serentak menyuarakan desakan tersebut.

Terkait desakan Jokowi, Menko Polhukam Wiranto menyebutkan, telah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR untuk segera menyelesaikan revisi UU Antiterorisme. Dengan demikian, Wiranto berharap dalam waktu singkat rancangan revisi dapat segera dijadikan UU.

"Dalam pertemuan ini kita sepakat, sebaiknya tidak kita gunakan perppu, tapi segera diselesaikan secara bersama-sama," ujar Wiranto seusai melakukan pertemuan dengan para sekretaris jenderal (sekjen) partai pendukung Joko Widodo dan beberapa fraksi DPR di rumah dinasnya di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/5).

Wiranto mengakui, ada sejumlah hal krusial yang alot pembahasannya dalam rancangan revisi. "Pertama definisi (terorisme), sudah selesai. Kita anggap selesai dan ada kesepakatan. Kedua, pelibatan TNI bagaimana, sudah selesai juga. Dengan demikian, maka tidak ada lagi yang perlu kita debatkan," ungkap Wiranto

Wiranto menjelaskan, TNI sudah memiliki regulasi dan di dalam aturan tersebut dibenarkan pelibatan mereka dalam kegiatan apa pun di luar kegiatan pertahanan dan keamanan negara. Ia menginginkan, jangan sampai ada kekhawatiran-kekhawatiran masa lalu di mana TNI dianggap akan superior seperti pada orde-orde pemerintahan sebelumnya.

"Sudahlah itu saya kira, saya jamin tidak akan kembali ke sana. Itu sudah selesai masa itu," kata purnawirawan Jenderal berbintang empat itu.

Sedangkan, Ketua Panja RUU Antiterorisme Muhammad Syafii mengungkapkan, secara teknis RUU Terorisme tinggal diketok palu jika saja pemerintah menggunakan akal sehat tentang definsi terorisme.

Menurutnya, Kapolri, Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan DPR sudah membuat usulan tentang definisi terorisme yang konteksnya jelas, yakni ada motif dan tujuannya. Sementara, pemerintah melalui Kemenkumham mengusulkan definisi terorisme yang tidak ada motif dan tidak ada tujuannya.

Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengiyakan, pembahasan mengenai revisi UU Antiterorisme saat ini hanya menyisakan satu masalah, yakni pokok bahasan mengenai definisi terorisme. Itu pun, kata dia, sejatinya sebelum masa sidang berakhir sudah mengerucut ke dalam dua pilihan.

"Pertama, memasukkan frasa adanya motif atau kepentingan politik, ideologi, dan atau ancaman terhadap keamanan negara, itu di dalam batang tubuh sebagai bagian dari definisi," katanya menerangkan.

Alternatif yang kedua, yakni tidak memasukkan frasa-frasa tersebut. Dengan begitu, hal itu akan memberikan keleluasaan yang lebih kepada aparat penegak hukum di dalam melakukan proses-proses penegakan hukum di lapangan.

(febrianto adi saputro, Pengolah: fitriyan zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement