Kamis 10 May 2018 11:03 WIB

Warga Asrama Ungkap Detik-Detik Penyanderaan

Selasa malam, warga sadar ada yang tidak biasa ketika pasukan diminta siaga.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Indira Rezkisari
Petugas bersorak setelah insiden penyanderaan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob berhasil dituntaskan, Kamis pagi (10/5).
Foto: AP
Petugas bersorak setelah insiden penyanderaan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob berhasil dituntaskan, Kamis pagi (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Suasana Selasa (8/5) malam itu biasa saja di Asrama Direktorat I Polisi Satwa, Kelapa Dua, Depok. Terletak persis di sebelah selatan Mako Brimob Amjiatak petak-petak rumah yang berjejer sempit di kompleks kecil itu tak sedemikian ramai.

Dito (18 tahun), seorang warga yang minta nama aslinya disamarkan tengah bersantai bersama keluarganya kala itu. Pukul 20.00 WIB lebih sedikit, tiba-tiba suara-suara tembakan menyalak dari arah Rutan Salemba cabang Mako Brimob, sekira 100 meter sebelah utara dari kediamannya dan hanya dipisahkan alun-alun.

Suara tembakan bukan barang baru bagi warga kompleks tersebut. Namun, kali ini ia menandakan ada yang genting karena seluruh pasukan K-9 (pasukan siaga yang didampingi anjing kepolisian) yang menempati kompleks asrama seketika mendapat instruksi untuk bersiaga.

“Pada panik, Bang. Sebenarnya sudah biasa denger yang beginian. Biasanya cuma latihan eh ini beneran,” kata remaja tersebut. Baku tembak terus terdengar hingga 30 menit. Sepanjang itu, warga kemudian paham, tengah terjadi semacam pemberontakan di Rutan Mako Brimob seperti November 2017 lalu.

Selepas baku tembak itu, kemudian beredar kabar kondisi di dalam rutan dari keluarga para penghuni kompleks asrama yang ikut melakukan penindakan di rutan. Kabar itu dikuatkan dengan foto-foto yang beredar di kalangan mereka.

“Ada yang gugur digorok lehernya, matanya dicongkel, tembak kepala, luka dada. Aduh, ngeri saya lihatnya,” kata Dito ketika ditemui Republika.co.id, Kamis (10/5) di kawasan Mako Brimob.

Setelah itu datang kabar, telah terjadi penyanderaan di Rutan Mako Brimob. Suasana mencekam terus menguat di asrama tersebut. Ketika warga menanyakan kabar ke keluarga yang bertugas, “masih negosiasi” jawaban yang mereka dapatkan. Lampu-lampu dipadamkan. “Jaringan sinyal (telepon seluler) di sini ngaco,” ujar Dito.

Sementara itu, menurut dia, pasukan-pasukan tambahan terus berdatangan sejak Selasa (8/5) malam hingga keesokan harinya. Lebih 24 jam, warga asrama gundah menanti kepastian dan dibatasi pergerakannya.

Kemudian pada pukul 00.00 WIB, Kamis (10/5) datang instruksi. Warga asrama diminta mengungsi seluruhnya ke mushala di lingkungan asrama. Sekitar 20 orang termasuk 3 bayi dan balita ikut dievakuasi ke mushala.

Wati (45 tahun) seorang warga yang juga minta namanya dirahasiakan ikut mengungsi malam itu. Ia menuturkan, saat itu keluarga petugas dilegakan oleh kabar bahwa satu petugas kepolisian yang disandera para tahanan sudah dilepas dengan barter pasokan makanan dan minuman untuk para tahanan. Keadaan sunyi, tak ada bunyi tembakan sepanjang proses itu.

Sepanjang di pengungsian, warga jarang tidur karena tak tenang. Pasalnya, warga mendengar kabar ada ultimatum dari pihak kepolisian terhadap para tahanan soal rencana penyerangan pada pukul 02.00 dini hari.

Meski begitu, rencana lain terdengar dari asrama melalui pelantang yang menyuarakan instruksi pimpinan operasi. “Kalau kalian ragu dalam keadaan malam gelap, ya udah pagi nanti kita main!”.

 

Pagi harinya, instruksi dijalankan. Sekitar pukul 07.20 WIB, warga kembali dikejutkan suara ledakan yang mengguncang empat kali. Sunyi sejenak, lima menit kemudian tembakan-tembakan kembali menyalak. Kali ini, menurut Dito, suara tembakan berbunyi tak henti sekitar 10 menit.

Tak lama kemudian, wajah-wajah semringah para petugas kepolisian nampak saat mereka berjalan melintasi setapak di kompleks asrama. Operasi pungkas, pemberontakan berhasil dipadamkan. “Semua napi katanya turun senjata,” kata Dito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement